keep your dream, hold it tight

terjatuh itu wajar, namun jangan terlalu lama tersungkur. berjalanlah walau harus tertatih :)

Selasa, 07 Agustus 2012

Mr. England "malibu I'm in love"

aku terduduk di ujung ranjang kamar hotelku, memandangi gaun yang Adam berikan. Kenapa dia begitu baik padaku. Tak lama Lisa dan Bryan datang mengejutkanku. Karena suasana hatiku sedang dalam keadaan baik, aku menyapa Bryan “hey.., bagaimana keadaanmu?” tanyaku pada Bryan. “seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja” jawabnya ketus. Bryan duduk di sofa dan mengobrol dengan Lisa. Mereka Nampak serius, tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin malam ini cepat berlalu dan besok malam segera datang. Saat aku terbangun, Lisa Nampak sedang membereskan barang-barangnya lebih tepatnya ia sedang berkemas. “lisa, where you’ll going?” tanyaku padanya. Ia tak menjawab bahkan ia malah menatapku tajam. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang aku tak tahu. “what’s going on?” aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya padanya, Lisa malah mebentakku “go away, I don’t ever want to see your face anymore!” Lisa pun pergi membawa kopernya dan membanting pintu dengan keras. Aku tak mau ambil pusing, itu adalah urusannya, aku benar-benar tak peduli.Setelah aku mandi, ponselku berdering. Bryan mengirimiku SMS : Tempat selanjutnya adalah Malibu Pier. Wait for me! Dia pikir aku mau pergi bersamanya, jadi obat nyamuknya. Aku bukan qiwi yang bodoh lagi. Aku menyimpan ponselku dan tak membalas SMS darinya. Namun tiba-tiba Adam menelponku. “Qiwi, aku dilobi hotel tempat kau menginap. Saya nak berikan poto kita kemarin” sahut Adam di balik telepon. “benarkah?” jawabku senang “iye, cepatlah kemari! you cantik kali!” “aku tidak sabar melihatnya. Baiklah tunggu aku. bye” Aku segera mengenkan pakaianku dan cepat-cepat pergi menemui Adam. Adam melambaikan tangan padaku dan aku pun berlari menghampirinya. “ini” Adam memberikan beberapa poto padaku. “waw.., aku suka semua ini. Ini bagus” pujiku padanya. “by the way, kau sendiri disini?” “iya” “bagaimana kalau kau ikut denganku ke lokasi pemotretan” Ajak Adam “ah.., baiklah” jawabku Aku duduk memperhatikan Adam dari jauh. Sesekali aku melambaikan tanganku padanya. Tiba-tiba Adam menghampiriku. “sepertinya gaun ini cocok untukmu. Macem mane kalau you jadi model I?” “apa? Ah.. tidak tidak. Terima kasih, tapi..” “tapi apalah, nak cobalah! Aku akan menunggumu disana.” Adam pun kembali ke lokasi pemotretan Aku jadi modelnya? Yang benar saja. Apa dia mau menghancurkan karirnya. Meskipun aku enggan, aku harus melakukannya, karena akupun ingin terlihat cantik. Mengapa sulit sekali berpose di depan kamera, itu membuatku stress. Dengan sabar Adam terus mengarahkanku dia berkata “must be natural!” Adam pun meenyerah, ia menyuruhku berdiri membelakangi kamera lalu kemudian dengan keras dia berteriak “AWWW” itu membuat semua kru yang ada disana kaget, termasuk aku yang lanngsung berbalik kaget daaaannn ‘jepret’ berhasil, ia berhasil mengambil wajahku yang sedang kaget. “kenapa harus ekspresi kaget?” protesku pada Adam, ia malah tersenyum dan meremehkan kemampuanku di depan lensa kamera “bukannya saya dah cakap, must be natural. It’s natural enough” dia membela diri, dan memamerkan hasil jepretannya dengan bangga. Hari ini aku kembali menghabiskan waktu dengan Adam, by the way Bryan dan Lisa apa kabar? Semoga mereka bersenang-senang sama sepertiku, tapi bukankah Lisa dan Bryan spertinya sudah putus (sepertinya). Aku mengecek ponselku, disana ada 56 panggilan tak terjawab semuanya dari Bryan. Aku pun menelponnya balik, namun sayang ia tak mengangkatnya. Aku yakin Bryan sedang marah dan kesal padaku. “Adam, sebentar lagi sore. Aku harus kembali” sahutku “tak bisa ke kite melihat sunset terlebih dulu?” tanyanya “maaf” jawabku lemah “ini kedua kalinya kau menolak. baiklah, aku mengerti. Nanti malam aku akan menjemputmu. Ok!” “iya” jawabku. Dan kami pun berpisah. Aku sangat kaget saat ku membuka pintu kamar, di dalam sudah ada Bryan yang sedang terduduk di sofa. “kau sudah datang” sahutnya sambil mematikan televisi “apa yang kau lakukan di kamarku?” Tanyaku kaget “aku menunggumu. Meminta klarifikasimu” Bryan berdiri dan menghampiriku di ambang pintu. “bukankah aku bilang kita akan pergi ke Malibu Pier” Sahut Bryan sambil berjalan ke arahku. “aku.. aku.. tadi aku..” aku begitu gugup dan ketakutan. Sepertinya Bryan benar-benar marah. “bermain dengan pria asing itu?” Tanyanya sambil terus menyudutkanku “iya” jawabku lantang. “kau menyebalkan sekali. Kau membuatku lama menunggu sendiri ” Bentak Bryan “Bryan! Jangan menyalahkanku, kau sendir itu karena kau mebiarkan Lisamu itu pergi. Jangan lampiaskan kekesalanmu padaku!” aku tak kalah marahnya. Bryan hanya menatap mataku tajam, ia pun pergi keluar. Jam sudah menunjukkan jam 7 malam, aku sudah bersiap-siap untuk pergi bersama Adam. Aku senang melihat diriku sendiri di cermin, Adam telah mengembalikan kepercayaan diriku yang selama ini hilang karena penghinaan Bryan terhadapku. Aku dan Bryan keluar kamar bersamaan. Aku sangat terkejut melihat penampilannya yang WOW keren, seperti bule yang mau apel malam mingguan. Aku memperhatikannya dari atas ke bawah. Dia akan pergi kemana? dasar bule menyebalkan. Apa dia mau pergi kencan? Keterlaluan. Bryan pun sama, dia melihat ke arahku dari atas ke bawah, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat. “kau Qiwi?” tanyanya tak percaya. Dengan bangga aku membenarkannya. “Gaunmu indah” sahutnya. Apa? Gaunku yang indah, yang benar saja. Kenapa sulit baginya untuk mengakui bahwa aku terlihat cantik. “”benarkah? Jasmu juga bagus” jawabku ketus, tapi ia malah membalasnya dengan senyuman, kemudian dia berputar dan berkata “ah.. ini penampilan yang special untuk orang yang special. Bagaimana, kau suka? Bukankah kau juga begitu? Penampilanmu tidak mengecewakan. Baiklah, sampai ketemu bye” Bryan berbalik lagi dan dia memegang daguku untuk sesaat “kau cantik” setelah mengucapkan itu dengan raut wajah yang bersahabat, Bryan langsung pergi. Dia mebuatku sedih, wajahnya adalah wajar orang yang sedang jatuh cinta. Apa aku tidak bisa sedikit saja ada difikirannya, atau setidaknya dia mempunyai perasaan padaku 10% saja. Ini sangat menyakitkan saat harus melihat ia berdandan yang tampan untuk wanita lain. Ini menyakitkan saat menyaksikan bagaimana ia jatuh cinta. Mencintainya masih saja menyakitkan. Adam sudah menungguku di depan hotel, dia melambaikan tangannya padaku sambil tidak lupa untuk tersenyum manis. “apa kau sudah lama menunggu?” tanyaku “ah tidak, saya baru saja sampai” jawabnya. Ia pun membukakan pintu mobil untukku. Kami pun pergi ke acara pameran seni itu. Adam membawaku untuk menyapa designer-designer terkenal termasuk yang dari Indonesia. Banyak orang menyangka aku adalah kekasihnya. Ah itu sangat berlebihan.ngomong-ngomong apa yang sedang dilakukan Bryan ya, sedang bersama siapa ia sekarang? Karena Lisa sudah pergi tadi pagi. Mudah sekali dia mendapatkan pengganti, bahkan tidak sampai satu hari. “Qiwi?” panggil Adam membuyarkan lamunanku “”ya?” jawabku “apa yang kua fikirkan?” tanyanya sambil memberiku segelas minuman manis. “ah tidak. Aku hanya sedikit lelah” jawabku berbohong, sebenarnya aku sedang tidak semangat. Ini semua gara-gara Bryan. “kau harus bertahan. Karena setelah ini kita akan pergi makan malam” “apa?” “kau keberatan?” “tidak, hanya saja aku benar-benar sangat lelah. Bisakah kau mengantarkanku kembali ke hotelku saja” “begitu ya, baiklah. Aku tak akan memaksa. Ayo!” Aku pun kembali ke hotel. Di lobi Bryan tiba-tiba datang menghadang aku dan Adam. Ia melihat secara bergantian antara aku dan Adam. Lalu, dia pun menarikku. Aku tidak terima dengan perlakuannya, aku pun menghempaskan tangannya, namun ia meraih kembali tanganku dan menarikku pergi, namun tiba-tiba Adam menghampiri Bryan “lepaskan dia!” sahut Adam. Bryan melepaskan genggamannya, namun dia malah menghajar Adam. Aku kaget dibuatnya. Untunglah keamanan langsung datang dan memisahkan mereka. Aku meminta maaf kepada Adam atas kelakuan Bryan padanya, dan akupun langsung menarik Bryan pergi dengan kesal. Setelah sampai di pintu kamar, Bryan menghempaskan genggaman tanganku. “lepaskan aku!” teriaknya. Aku pun melepaskan genggamanku.”apa yang kau lakukan?” aku marah padanya “apa yang kau lakukan?” dia balik bertanya padaku .“”apa?” aku tak mengerti. “apa kau begitu membenciku?” lanjut Bryan. Bryan pun masuk kekamarnya dengan marah. Aku menjatuhkan tubuhku ke atas tempat tidur. Aku begitu lelah sangat lelah. Kenapa aku menangis, ini sangat menyedihkan. Ibu aku ingin pulang besok adalah hari terakhir. Aku ingin besok waktu berputar dengan cepat, hingga aku bisa berada di pelukkanmu ibu, Bryan bukan kebahagiaanku, semoga nanti ibu mengerti. Dia membenciku ibu. Aku bangkit dan ingin menelpon ibuku, namun disana ada SMS dari Bryan: Kali kau harus datang. Jam 8 di Malibu Pier. Pesan itu dikirimkan pukul 6 sore dan pasan itu tidak terbuka olehku. Jadi, orang yang ingin dia temui adalah aku. Jadi itu alasan kenapa ia marah. Jadi, ia berdandan hanya untuk bertemu denganku. Aku teringat kembali saat kami bertemu di depan pintu kamar, dia tersenyum padaku dan mengatakan sampai ketemu, jadi dia menganggap aku akan menemuinya. Aku cepat-cepat menghapus air mataku dan pergi keluar. Aku telah berdiri di depan pintu kamarnya namun aku tak berani mengetuknya. Aku tak tahu apa yang harus aku katakana padanya terlebih dahulu, mungkin aku begitu mengecewakan baginya. akhirnya akupun pergi, aku pergi ke Malibu Pier. Aku menemukan sebuah meja di tengah dermaga dengan lilin yang telah padan di tengahnya. Seharusnya tadi aku duduk disini bersamanya. Entah kenapa ini membuat air mataku kembali mengalir deras. Namun aku begitu bahagia, sangat bahagia. Akupun mengirimkan SMS pada Bryan bahwa aku akan menunggu Bryan di Malibu Pier sampai ia mau datang. Aku menunggunya selama 3 jam, namun ia tak juga datang. Angin laut sudah menbuatku hampir mati kedinginan. Tiba-tiba seseorang memakaikanku mantel dari belakang “bodoh” ucapnya yang ku tahu dia adalah Bryan. Kami berdua saling mematung, bahkan aku tak percaya, aku tak tahu harus berbicara apa. “ayo, pulanglah!” Bryan berbalik namun aku langsung memeluknya dari belakang “maaf, maaf. Seharusnya aku membaca pesanmu lebih awal” aku menangis. Bryan tak berkata apapun. “”aku menyesal.. aku menyesal.. tolong maafkan aku!” pintaku dalam tangis. Bryan melepaskan pelukanku dan berbalik ke arahku. “seharusnya akulah yang meminta maaf padamu, seharusnya aku berterima kasih padamu. Aku orang yang tak bertanggung jawab, aku orang yang kejam, aku tak punya hati” Bryan menghapus air mataku. “aku begitu bodoh telah meninggalkanmu, dan kau hamper mati tenggelam, aku menyakiti perasaanmu selalu, aku selalu kasar tehadapmu. Tapi kau tak membenciku. Maaf.. maaf.. maafkan aku!” lirih Bryan yang lalu memelukku.”tetaplah berada di sampingku” bisik Bryan dan aku dengan senang hati mengangguk di pelukannya yang hangat. Kami berjalan menuju hotel tempat kami menginap. Aku tidak pernah menyangka bahwa suasana akan secanggung ini, sesekali tangan kami beradu dan aku jadi salah tingkah dibautnya. Melihat tingkahku, Bryan tersenyum dan malah menggandeng tanganku erat. “Bagaimana keajaiban ini bisa terjadi?” gumamku pelan, namun Bryan bisa mendengarnya, dia hanya tersenyum mendengarnya. Tiba-tiba aku menghentikan langkahku. “Apa yang telah terjadi padamu?” tanyaku pada Bryan curiga. “setelah hubunganmu dengan Lisa retak, kau mau memanfaatkanku untuk kau jadikan pelarian?” lanjutku. “Hey.. bicara apa kau ini? Aku dan Lisa sudah lama berakhir” jawabnya enteng “kau piker aku percaya?” “tentu saja kau percaya.” Aku hanya diam “sejujurnya sejak awal aku merasa ragu akan perasaanku. Lisa telah ku anggap sebagai sahabatku, ini semua rencanaku, tapi aku tak menyangka Lisa akan mencintaiku lagi, itu semua adalah rencanaku untuk menghindarimu. Semua yang ku katakan di rumahmu, aku membencimu, ada wanita lain. Semuanya bohong. Kau tahu? kupingku hamper lepas karena mendengar ibuku selalu membanggakan orang sepertimu. Ibu bilang, kau tidak pernah pacaran, karena kau yakin bahwa aku akan datang. Bodoh, kau harusnya tahu berapa kali aku pacaran. Semua tentangmu begitu menyiksaku. Tapi.., tapi jauh dari itu semua ternyata aku peduli dengan perasaanmu, dan Adam yang membukakan mataku” “jangan bahas itu” jawabku mencoba mengalihkan pembicaraan. Kenapa suasananya jadi seperti ini. “Bukankah sekarang aku telah bertanggung jawab atas perasaanmu?” tanyanya Aku hanya menatapnya dan berjalan pergi mendahuluinya. malam ini aku tidak bisa tertidur. Aku begitu takut jika aku terbangun, semuanya akan kembali ke keadaan semula, aku takut ini hanya mimpi. Aku tak percaya bahwa ini nyata, saat Bryan memelukku, saat dia memnggenggam tanganku. Ah aku sudah gila. Tiba-tiba ponselku berbunyi, itu SMS dari Bryan “apa kau bisa tidur?” tanyanya “aku super mengantuk” jawabku berbohong “aku tak bisa tidur” balasnya “kenapa?” tanyaku polos “aku merindukan Lisa” jawabnya Apa? Dia merindukan Lisa, aku tak percaya. Hebat dia bisa membuat moodku turun dengan drastic “kalau begitu tidurlah, dan mimpikanlah dia!” balasku “tidak aku tidak bisa tidur. Aku takut” “takut apa?” tanyaku “aku takut pangeran dari Malaysia akan mengambil wanitaku di kamar sebelah” jawabnya yang mebuat aku kembali tersenyum “kalau begitu kau jangan tertidur. Aku takut” balasku “takut apa ?” tanyanya “aku takut, besok kau akan kembali menjadi Bryan yang menyebalkan” aku membalasnya dengan jujur “apa kau piker akan seperti itu?” tanyanya “tidak” jawabku yakin “kalau begitu, tidurlah. Buktikan keyakinanmu besok!” jawabnya “baiklah” jawabku Aku bangun pagi sekali. Bahkan aku mungkin tidak bisa tidur. Aku mencoba mengingat-ngingat kembali kejadian tadi malam. Aku mengecek handphoneku dan melihat short massage tadi malam, ini nyata. Ibu aku bahagia sekali saat ini. Ibu seandainya kau tahu, jantungku berdebar sangat kencang saat ini, saat melihat wajahnya, saat melihat senyumnya, saat menyentuhnya,saat mendengar suaranya. Ibu ini bukan mimpi, SMS ini buktinya. Ini adalah hari terakhirku berada di Malibu. Bryan mengajakku tur berkeliling. Sayangnya ia mengajakku ke tempat yang sudah pernah aku datangi bersama Adam. Bryan begitu kesal akan hal ini. Ini bukan sepenuhnya salahku. “nampaknya kalian sangat dekat” gerutunya “seperti itulah” jawabku enteng “apa?” Bryan mengerem mobilnya secara mendadak “aw.. Bryan apa yang kau lakukan?” aku tersentak “maaf” ujarnya sambil kembali menyetir mobil Terlihat sekali dia sangat gengsi untuk menujukan kecemburuannya. Dia malah diam padaku. Kami mendatangi pusat perbelanjaan, kami berbelanja oleh-oleh untuk orang rumah. “menurutmu apa yang ibumu suka?” tanyaku pada Bryan. Bryan Nampak berpikir “aku tahu” sahutnya bersemangat “ayo ikut aku!” lanjutnya. Kami pergi ke toko kaca. Disana banyak sekali kaca beraneka bentuk, warna dan ukuran. Bryan membawaku ke salah satu kaca yang besar dengan ukiran indah pada bingkainya. “Lihatlah, ibuku akan sangat menyukai ini” dia merangkul pundakku dari belakang. Aku melihat pantulan tubuhku dan Bryan dari kaca betapa bahagianya aku “kau akan membeli kaca ini? Aku rasa ini terlalu besar” tanyaku. Bryan mendesah “apa kau benar-benar bodoh?” Brian melepaskan rangkulannya dan pergi keluar. “Bryan, kau tidak jadi membelinya?” sahutku sambil mengejarnya sebenarnya aku sedang menggodanya haha. “tidak” jawabnya. Aku mengejarnya yang sedang menyusuri pantai. Dia tak menghiraukan panggilanku sama sekali.”kau tidak membeli kaca itu. Kenapa?” Tanyaku “ibuku tak menyukai kaca itu” jawbnya sambil terus berjalan “kau bilang ia akan menyukai kaca itu” tanyaku lagi. Bryan pun berhenti, berbalik ke arahku. “dia menyukai bayangan yang dipantulkan cermin itu” aku terdiam dan OMG itu berarti, pantulan cermin . bukankah yang dipantulkan adalah bayangan aku dan Bryan. Belum sempat aku menjawab, bryan langsung meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat “ini yang dia inginkan sebagai oleh-oleh” ucap Bryan sambil menunjukkan genggaman itu padaku. Kami pun saling tersenyum satu sama lain. “”Bryan, kenapa kau menyukaiku?” tanyaku “apa aku pernah berkata aku menyukaimu?” jawabnya enteng “benar. Kau tidak pernah mengatakannya” jawabku lemah. Bryan tersenyum. “akhirnya aku tahu apa yang belum kalian lihat di Malibu” sahut Bryan yang lalu terduduk di pasir pantai “apa?” tanyaku, yang duduk di pinggirnya “lihatlah! Sebentar lagi kau juga tahu” Aku mengangguk dan menyenderkan kepalaku di bahunya, hingga ku lihat matahari terbenam berwarna orange. “sunset” gumamku “ya.. sunset” jawab Bryan “bagaimana kau tahu?” tanyaku penasaran “mudah, kau selalu kembali ke hotel sebelum matahari terbenam” jawab Bryan enteng. Aku hanya memperhatikan sunset yang indah itu. “Qiwi” Panggil Bryan “ya” jawabku tak berpaling dari matahari terbenam “aku menyukaimu” ujarnya pelan, aku terbangun dan menatap wajahnya “dan tak ada alasan untuk itu. Tolong, jangan pernah kau pertanyakan. Jangan berikan syarat akan perasaanku” Lanjutnya sambil membalas tatapanku Bryan mendekatkan wajahnya padaku “kau tahu apa yang dikatakan setiap wanita dalam suasana seperti ini?” Dengan gugup aku menjawab “”romantic?” Bryan tersenyum membenarkan, ia pun mendekatkan wajahnya.. dekat.. dekat.. dekat hingga aku menutup mataku dan menerima ciumannya. Bryan terasa begitu nyata, dan suara detak jantungnya begitu jelas terdengar. Detak yang cepat sama seperti detak jantungku. Bagaimana bisa dia begitu berdebar-debar sama seperti yang kurasakan, hangat nafasnya yang memburu itu semua nyata menyentuh kulit wajahku. Semua yang kuterima saat ini adalah hal yang tidak pernah ku duga, jauh… lebih jauh dari pemikiranku yang terkadang selalu salah membaca keadaan. Akhirnya aku tahu bagaimana caranya untuk mencintai tanpa merasa tersakiti, yaitu cinta itu harus terbalas. Cinta harus ada di masing-masing hati dan kurasa aku telah menemukan satu tangan untuk bertepuk bersama denganku. Malibu…., I’m in love  The end

Mr. England part 2

Mr. England part 2 Malibu I’m In Love Setelah datang ke ulang tahunku, Bryan langsung ingin pamit pergi untuk kembali ke hotel tempat ia akan menginap. Nampak sekali dari wajahnya kalau dia dalam mood yang sangat tidak senang berada di sini, bersamaku. Aku yang melihatnya pun merasa tidak enak. Aku bertanya dalam diriku apa yang salah dengan pesta ulang tahunku, dan bahkan aku merasa aku terlihat cantik dengan gaun unguku. Berbeda dengan apa yang ku rasakan, ibu malah tidak peka akan situasi, ia menghalangi kepergian Bryan dan membawanya ke tengah-tengah temanku. Aku tak tahu harus berbuat apa melihat ibuku sedang pamer orang ganteng pada teman-teman. Bryan nampak ogah-ogahan mengikuti ibu, tapi kenapa ibuku tak merasakan energy negative yang dipancarkan Bryan ?kenapa ibu? Aku hanya bisa tertunduk sedih dan tentunya malu, kenyataan yang sekarang kulihat sangat berbeda jauh dari khayalanku beberapa waktu lalu sebelum Bryan datang meskipun terlambat. Pesta selesai keluargakupun berkumpul untuk menyambut Bryan yang masih bertahan berkat pertahanan ibuku yang kokoh bak tembok besar cina. “Bryan, seharusnya mamah kamu ikut” ucap mamah pada Bryan yang sedang meminum sirup “mommy.., she’s so buzy with her new boutique and so with daddy. Maaf saya hanya sendiri” Jawab Bryan “Bryan, tante senang sekali walau kamu yang datang. ternyata kamu bisa bahasa Indonesia. Jadi Qiwi gak bakal kebingungan” Sahut ibuku pada Bryan “Mama aku tidak seburuk itu” aku membela diri, aku tidak benar-benar bodoh dalam berbahasa Inggris. “my mother teaches me everyday” jawab Bryan “Qiwi, Bryan kesini kan buat ketemu kamu, tapi kok kamu malah diem aja, ngobrol dong. Lagian dia bisa bahasa Indonesia” Lanjut ibuku yang berbalik ke arahku. Datang untukku? Yang benar saja, kelakuannya tidak memperlihatkan kalau dia tulus. Aku hanya bisa tersenyum memaksa. “Mamah ini, Qiwi kan baru ketemu sekarang sama Bryan. Mungkin dia masih canggung. Benaarkan Qiwi? ” Ayahku ikut bicara. “apa mungkin, Qiwi malu karena ada kita? Ya sudah mamah sama papah kedalem dulu ya. Ade ayo!” ajak ibuku pada ayah dan adikku. kali ini aku benar-benar kesal pada ibuku. Aku dan Bryan duduk berdua di teras. Suasana yang tidak nyaman bila ini memang kenyataan, namun akan sangat manis jika scene ini ada dalam khayalanku (mungkin akan terjadi sesuatu? Hanya otakku yang tahu). “kenapa kau bisa datang kemari?” Aku memulai pembicaraan “ya, never thought, I’ll be here tonight. Hari ini adalah hari yang telah di rencanakan oleh ibuku, ia telah menyiapkan hari ini selama 6 tahun” aku tak mengerti apa yang ia katakan “karena rencana hari ini, aku harus belajar ekstra” aku tambah tak mengerti “Belajar bahasa Indonesia sejak umur 12 tahun, dengan alasan bahwa kelak aku akan sangat membutuhkannya” Sungguh aku tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan. Bryan menoleh ke arahku, dan mata birunya bersinar menerangi wajahku, sedangkan pandanganku yang hampir tidak berkedip hampir melubangi wajah tampannya. “Hingga akhirnya aku tahu yang sebenarnya, semua yang ku lakukan adalah untuk hari ini, hanya untuk bertemu denganmu” Lanjut Bryan dengan nada sinis. “Maaf” ucapku lemas. Aku baru mengerti, ternyata ia memang tidak tulus, ini semua adalah settingan ibunya ynag tak lain adalah sahabat ibuku, sebenarnya perjodohan ini bukan hanya khayalan, tapi memang orang tua bryan dan orang tuaku memang hendak melakukannya. “bukankah kau yang menyukaiku, kenapa tidak kau saja yang belajar bahasa Inggris! Kenapa harus aku yang belajar bahasamu?” ujar Bryan dengan nada kesal “ apa? apa kau lupa, ada darah Indonesia di dalam tubuhmu. Sudah sepantasnya kau bisa bahasa kami, karena kau juga bagian dari kami” Hardikku yang sudah tak tahan dengan sikapnya. Tiba-tiba handphone Bryan berbunyi telpon dari ibunya. “hallo, maam. No, I’m not. Aku masih menyimpannya di sakuku. Ya, aku akan segera memberikannya. Bye” Bryan mematikan sambungan teleponnya. “tadi itu ibuku, orang yang sangat memperhatikanmu” ujar Bryan sedikit iri. “benarkah, aku merasa tersanjung” jawabku tak kalah judes. “ini, ibuku menitipkan sebuah paket liburan ke Malibu” Bryan menyerahkan dua buah tiket padaku. “APA?” aku sangat syok. “ini paket untuk 2 orang. Aku dan kau” “APA?” Aku tambah syok (speechless) “yaa.., aku ikut. Kau pikir ibuku akan mengizinkanku untuk meninggalkanmu seorang diri? Kenapa, apa kau kaget, atau bahagia? Ku dengar dari ibumu, kau selalu menanyaiku” “ahh.. itu, ttttidak seperti itu” aku mencoba menyangkal. Bagaimana bisa ibuku menghianatiku. “kau bertanya apa aku punya pacar, bagaimana sekolahku, bagaimana perasaanku padamu, orang yang seperti apa aku, dan masih banyak lagi” Ucapnya yang menjabarkan setiap pertanyaan yang memang pernah aku tanyakan pada ibuku. Aku hanya bisa terdiam dan menunduk malu. Bryan suudah tahu perasaanku padanya. “karena aku takut kau bisa mati penasaran, aku akan menjawabnya sekarang. Aku mempunyai seorang gadis yang cantik dan pintar, aku selalu mendapatkan nilai yang bagus di universitas, saat aku tahu semua yang kulakukan hanya untuk bertemu denganmu, aku sangat membencimu, aku orang yang sulit beradaptasi dengan keadaan baru. Apa itu jelas?”ucap Bryan panjang lebar sambil menatapku lekat. “Sebenarnya aku tidak mau tahu jawaban dari pertanyaanku itu. Dan perasaanku adalah milikku, aku tidak akan pernah memaksamu untuk bertanggungjawab untuk hatiku. Lagi pula kita baru saja bertemu. Tapi…” Aku berhenti dan sedikit ragu untuk melanjtukan. “Tapi apa?” Tanyanya “Tapi, kau tetap harus menjadi guideku di Malibu nanti.” “Ohh, itu. Tentu saja, lagi pula aku sudah berjanji pada ibuku.” Jawab Bryan enteng. “baiklah. Aku rasa kita harus istirahat. Lagipula kau sangat lelah bukan dengan semua keterpaksaan ini?” sahutku. “okay benar sekali. Terima kasih untuk pengertiannya” jawabnya. Apa? Bahkan dia tidak menyangkal keterpaksaannya, setidaknya dia bisa sedikit berbohong di hari ulang tahunku ini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan keadaan yang menyebalkan ini, jalan terbaik adalah meninggalkannya dan pergi tidur. *** Tidak pernah terbayangkan pagi ini akan menjadi awal dari sebuah nightmareku di Malibu nanti. Aku Qiwi, harus tetap tegar, say no to menyerah. Orang yang paling bahagia akan paket liburan ini adalah ibuku, yaa.. meskipun dia tak masuk daftar ajakan, tapi dengan Bryan yang akan selalu berada di sampingku nanti di Malibu, itu sudah membuat ibuku girang setengah mati. Aku sedikit ragu, aku telah kehilangan kepercayaan diriku, jauh di dalam diriku ada perasaan yang teramat sangat sedih. Bayangan akan sebuah cinta pada pandangan pertama hilang sudah, apa yang harus aku lakukan agar Bryan setidaknya tidak membenciku? Aku tak tahu, yang aku fikirkan malah bagaimana caraku untuk terus mencintainya tanpa menyakiti perasaanku. Apa itu mungkin? Bukankah bertepuk sebelah tangan itu sangat menyedihkan? Dan yang menyedihkan itu bukankah aku? Namun biarlah Malibu nanti yang akan menjawabnya. Aku mencari keberadaan Bryan, namun dia tidak ada. Aku pun menanyakan keberadaannya pada ibuku, dan akhirnya aku tahu bahwa dia sudah berangkat pagi-pagi sekali dengan alasan akan membawa barang-barangnya yang ada di Hotel. Ia juga berpesan akan menungguku di bandara. Meleset dari perkiraan, aku fikir dia akan berangkat bersamaku untuk pergi ke bandara. Ibuku mengantar kepergianku dengan adikku. Keceriaan masih saja menghiasi wajahnya. Sebelum aku pergi, ibuku berbisik “gunakan waktumu sebaik mungkin. Lihatlah bukankah dia begitu sempurna?” ibuku melambaikan tangannya kepada Bryan yang dibalasnya dengan senyuman. Ya.., Bryan Nampak sangat tampan dengan setelan jeans dan kemeja hitam, sederhana namun entah mengapa ia terlihat tampan, ah.. tidak dia saaaangat tampan. Bryan pun berjalan menghampiri kami. “good morning ladies!” sapanya pada kami. “pagi.., yaa ampun kau terlihat sempurna” jawab ibuku tulus. Bryan tersenyum bangga lalu kemudia menoleh ke arahku.”kau sudah siap untuk pergi?” tanyanya dengan raut waja yang berbeda : baik dan tulus. Aku hanya membalas dengan anggukan. Entah kenapa, aku sangat takut naik pesawat. Seluruh tubuhku gemetar, aku sangat gugup. Tanganku mencengkeram bangku penumpang. Aku memejamkan mata, yng ku dengar hanya suara desingan mesin yang sangat keras. Tiba-tiba mataku membelalak, Bryan melakukan hal yang sangat mengejutkan “tenanglah, aku ada disini!” ujarnya sambil menggenggam erat tanganku. Aku membiarkannya menggenggam tanganku selama di perjalanan, untuk itu aku harus berterimakasih padanya, karena aku merasa terlindungi. Akhirnya aku sampai di California. Bryan Nampak sedang mencari sesuatu, ah tidak tepatnya ia sedang mencari seseorang. Benar perkiraanku, dasar bule sialan. Seorang gadis pirang melambaikan tangannya ke arah Bryan yang di sambut lambaian tangan oleh Bryan “come here!” sahutnya pada wanita itu. Harusnya aku tidak melihatnya, Bryan memeluk wanita itu dengan mesra. Tunggu, sebenarnya apa maksud Bryan dengan semua ini? Apa wanita itu adalah kekasihnya. Oh ibu, aku sangat menyesal akan liburan ini. “Qiwi, kenalkan. She’s Lisa, my girl” Bryan memperkenalkan Lisa padaku “Hi, my name’s Qiwi, nice to meet you” jawabku berbasa-basi “hi Qiwi, nice to meet you too” Jawab Lisa hangat Poor Qiwi, aku hanya akan menjadi obat nyamuk bagi mereka. Di hotel tempat kami menginap aku sekamar dengan Lisa. Tidak salah, dia memang perfect. Dia cantik, rambutnya indah, kulitnya bersinar, tubuhnya tinggi semampai. Fisikly dia oke. Aku hanya bisa mengelus dada, tapi apa harus Bryan melakukan ini padaku sebagai hadiah ulang tahun? Apa dia benar-benar membenciku? Padahal selama di pesawat aku merasa dia bagai malaikat, tapi sekarang dia terlihat seperti Nazi. Gak salah, dia kan memang tetangganya Nazi. *** Hari pertma di Malibu, aku , Bryan dan tentu saja Lisa pergi ke The Getty Villa. Sangat membosankan disana. Kami mengunjungi museum kesenian dan museum, aku sama sekali tak tertarik dengan semua hal itu, berbeda dengan Lisa yang banyak bicara dan manpak tahu segalanya. Ya.. aku lupa bukankah dia gadis yang pintar. Saat itu aku ingin sekali menarik tangan Bryan menjauh darinya. Mereka sangat tidak berperi kemanusiaan. Aku sudah ingin pergi, tapi aku tak tahu apa-apa tentang Malibu. Akhirnya tur yang membosankan itu berakhir, kami pun makan siang di sebuah restaurant yang di pilih Lisa tentunya, dia mengatakan kata ‘delicious’ berkali-kali hingga aku muak mendengarnya, sayur asam lebih nikmat dari makanan ini. “Qiwi, how the taste? Do you like your food?” Tanya Lisa padaku “oh.., sure it’s so delicious” Jawaku ketus sambil menatap tajam ke arah Bryan. “ya.., kau memang nampak sangat menikmatinya” Ujar brian membalas tatapan tajamku. “Honey, this is for you. Just eat!” Lisa menyuapi Bryan. Itu membuat selera makanku bertambah. Aku tidak tahan melihat kmesraan mereka, mereka anggap apa aku? Aku pun berdiri dengan kesal “Bisakah kalian bersikap biasa saja. Dan kau Bryan apa kau tidak bisa makan dengan tanganmu?” hardikku kesal. “hey, what’s wrong with you?” Tanya Lisa padaku. Aku tak menyadari, aku hampir menangis saat itu, kenapa terasa sangat sakit. Bryan pun berdiri “apa kau cemburu?” aku tak tahan menghadapi Bryan, apa yang dia katakana pasti saja berhasil menyudutkanku dan membuatku malu.”bisakah sekarang kita pergi dari sini?” jawabku, tak mengiharaukan pertanyaan dua orang yang menyebalkan itu. kami berkeliling mengitari Malibu, meikmati pemandangan dan suasana yang indah di sana. Akhirnya kami pergi ke Leo Carillo, disana kami menikmati keindahan pantai dan kemudian berjalan-jalan di taman kota, hari itu diakhiri dengan sejuta kejengkelan. Akhirnya aku bisa surfing. Surfrider beach aku datang. Sayangnya aku tidak bisa surfing, meskipun Bryan bisa tapi mana mau dia menemaniku. Dia selalu sibuk berdua dengan Lisa. “Bryan, kau tidak ingin surfing?” tanyaku padanya yang secara tidak langsung aku mengajaknya. “tidak. Aku disini saja” jawabnya tanpa memperhatikanku. Dengan sangat sedih, aku harus bermain sendiri, aku mengamati dari jauh ia sedang duduk bersama lisa di atas pasir pantai. Aku melihatnya tersenyum, senyum yang tidak pernah ia berikan padaku, senyum yang lembut. Aku tidak tahu bagaimana caranya surfing, meskipun aku ingin melakukannya namun aku harus mengurungkan keinginanku itu karena aku memang tidak bisa.daripada aku tidak melakukan apapun, lebih baik aku berenang, setidaknya hal itulah yang bisa kulakukan. Aku merasakan keram pada kakiku. Gawat aku bisa tenggelam. Tidak, kakiku benar-benar keram. Bryan tolong aku, aku tidak bisa berenang, kakiku keram, lirihku dalam hati. Aku tidak bisa bernafas, aku merasakan air masuk lewat hidungku, terasa sangat sakit. Namun akhirnya aku bisa bernafas dan perlahan ku buka mataku. Yang pertama ku lihat adalah seorang lelaki yang menatapku cemas, menyedihkan dia bukan Bryan, tapi orang lain. “you baik-baik saje” ujarnya. Aku terbangun dan terbatuk-batuk “ya.., aku tak apa-apa” jawabku. “seharusnya you tak berenang sendiri” ujar pria itu lagi. Dari logat bicaranya, sepertinya ia orang Malaysia “terima kasih atas bantuan anda” jawabku tulus. “tak apa. Kau orang Indonesia ke?” tanyanya, aku hanya membalasnya dengan anggukan. “I’m Adam, from Malaysie” dia memperkenalkan diri. “namaku Qiwi” jawabku. “kau liburan disini?” tanyaku “no, saya sedang bekerja. I’m a fhotografer, kebetulan je ada pemotretan di sini” aku menganggukkan kepalaku tanda mengerti. Setelah agak sore, Adam mengantarku kembali ke hotel tempatku menginap. “kalau you ada waktu, jumpa saya besok di pantai ni. Aku akan sangat senang.” Ujar Adam Aku berfikir sejenak, meskipun ada Bryan tapi aku disini sendiri. Tidak ada salahnya aku bersenang-senang dengan pria Malaysia ini, lagipula dia tidak kalah tampannya, terlebih dia baik padaku. “tentu, aku akan datang” Jawabku. Sesampainya di depan pintu kamar, Bryan menghalangiku. “where you have been?” dia berteriak padaku “kau tidak perlu tahu” jawabku sambil akan membuka pintu kamar, namun tangan Bryan menarik tanganku dengan kasar “kau tahu, aku hampir mati mencarimu, kenapa kau sangat menyebalkan. Lalu siapa laki-laki yang tadi bersamamu. Apa kau ini wanita gampangan?” hardik Bryan padaku. Kata-katanya membuat mataku membelalak, jelas-jelas itu sangat menyakitiku. Air mata yang selalu ingin ku tahan, akhirnya tumpah tak tertahankan, reflex aku menamparnya. “pantaskah kau berbicara seperti itu? Lalu kemana kau saat aku hamper mati tenggelam? Kemana kau yang telah berjanji menjagaku? Kemana?” aku menangis sejadi-jadinya. “apa? Tentelam?” ujar Bryan lemah. Lalu tak lama pintu kamar terbuka, lisa datang menghampiri kami. Ia bertanya apa yang terjadi, namun aku tak menjawabnya. aku masuk ke dalam kamar. Lisa menghampiriku, dengan keadaanku yang sedang buruk, aku tidak mungkin bisa bersikap baik padanya. Aku hanya bisa diam dan tak menghiraukannya. Jam makan malampun tiba, Bryan mengetuk pintu kamar dan mengajakku dan Lisa untuk makan malam, sebenarnya aku enggan namun apa daya aku sangat kelaparan. Di restaurant, aku dan Bryan tak saling bicara. Lisa memilihkan makanan untuk Bryan, sayangnya, yang ia pilihkan adalah makanan yang mengandung udang. “Bryan, bukankah ibumu bilang kau alergi seafood” aku harus mengalah dan berhenti marah padanya karena aku khawatir. “aku sangat menyukai seafood” jawabnya ketus, mungkin ia masih marah padaku. Kami pun makan dalam keheningan, dan lisa pun menyadari bahwa aku dan Bryan sedang berada dalam perang dingin. Benar saja apa yang aku katakan, alegi Bryan kumat. Seluruh tubuhnya memerah dan gatal-gatal. Aku sangat menghawatirkannya, mungkin dia sekarang tak bisa tertidur karena hal itu. Aku pun memaksakan diri untuk pergi ke kamar Bryan untuk memberikannya obat yang sengaja aku bawa dari rumah. Aku mengetuk pintu, namun Bryan tak juga menbukanya, aku pun membukanya sendiri. Aku mendapati Bryan yang sedang terkulai lemas di atas sofa, dia tampak sangat pucat. Ya ampun ternyata dia demam. “bryan kau tidak apa-apa?” tanyaku cemas “I don’t know, it’s so cold” jawabnya dengan menggigil. Akupun memberinya obat lalu aku membaringkannya di tempat tidurnya “istirahatlah, aku akan mengambil air untuk mengompresmu” ujarku, dia hanya mengangguk lalu menutup matanya. Aku membuka mataku, Nampak Bryan tengah tertidur di depanku. Aku pun mengecek kembali suhu tubuhnya “panasnya sudah turun” tugas terakhirku adalah menyiapkan sarapan untuknya. Setelah selesai aku pun cepat-cepat pergi. Aku sibuk mencari baju yang cocok untukku. Ahh.. aku bingung sekali, kenapa tidak ada pakaian yang bagus, menyebalkan. Aku akan menemui Adam di pantai, akhirnya aku mempunyai teman. Adam Nampak sibuk memotret modelnya. Model itu mengenakan gaun batik yang sangat indah. Adam melihat ke arahku, aku melambaikan tanganku padanya yang ia balas dengan lambaian yag sangat bersahabat. Ia berteriak “wait” aku tersenyum dan membalasnya dengan anggukan. Adam telah selesai dengan pekerjaannya. Ia menghampiriku “maaf, dah buatmu menunggu lama” ujarnya “ah tidak, kau terlihat keren saat memotret” pujiku. “benar ke?” tanyanya senang. Aku mengangukkan kepala membenarkan. Adam, dia sangat baik padaku, dia memperlakukanku dengan lembut tidak seperti Bryan yang selalu kasar. Kami pun menghabiskan waktu berjalan-jalan di pinggir pantai. “modelmu memakai batik” ujarku “ya.., jangan salah faham. Itu model Indonesia. Gaun yang dikenakan model itu adalah rancangan designer Indonesia, untuk pameran batik” “benarkah? Aku sangat bangga. Kau pasti fotografer yang sangat profesional” “tentu saja. look ada apa disana tuh?” Adam menujuk ke suatu tempat. Aku melihat ke arah yang ditunjuk Adam, namun tak ada apapun disana. Saat aku berbalik ke arahnya dengan cepat ia memotretku “lihatlah, wajah bingungmu sangat lucu” ujarnya sambil memperhatikan cameranya. “hey, kau mencuri fotoku” aku mengambil kameranya “tidak buruk” gumamku. Kami pun tertawa bersama. Adam mengajakku untuk melihat papan Hollywood, aku hampir lupa disinilah tempat para bintang dunia. Tulisan itu menjulang tinggi indah, Adam pun memotretku disana. Kami berjalan-jalan di sekitar Malibu, dan bersenang-senang di taman kota tentunya sambil berfoto ria. Kami mencoba topi, kacamata dan kami makan eskrim bersama. Ini baru namanya liburan, aku sangat senang. “I’ve saw you in the art museum. ” ujar Adam “ya, itu hari pertamaku disini” “siapa mereka. Orang yang bersamamu” “mereka temanku” “sepertinya. Kedua orang tu adalah pasangan kekasih. Benar ta?” “seperti itulah” jawabku lemas “kurasa sebentar lagi sore, aku harus kembali ke teman-temanku” lanjutku “”tak bisa ke kita melihat sunset sebentar je?” sahutnya “maaf, teman-temanku pasti sangat khawatir” “baiklah. Qiwi, besok malam ada pameran busana, apa you bisa temani I? Pakailah gaun ini!” Adam menberikan gaun pink yang cantik. “sebuah kehormatan untukku, terima kasih. Gaun ini sangat cantik” aku sangat senang menerimanya. Aku dan adam sampai di pintu hotel, aku berpapasan dengan Bryan dan Lisa, namun Bryan berjalan seolah-olah tak mengenalku. Adam heran melihatnya. “bukankah mereka temanmu, iya ke?” tanyanya padaku “ah mungkin dia tak melihatku” jawabku “mungkin. Ah baiklah aku harus segera pergi. Sebentar lagi akan ada pemotretan” “Adam” panggilku Adam menoleh ke arahku “terima kasih untuk hari ini” sahutku padanya. Ia hanya tersenyum manis “sampai ketemu besok malam” sahutnya “tentu saja” jawabku.