keep your dream, hold it tight

terjatuh itu wajar, namun jangan terlalu lama tersungkur. berjalanlah walau harus tertatih :)

Selasa, 07 Agustus 2012

Mr. England "malibu I'm in love"

aku terduduk di ujung ranjang kamar hotelku, memandangi gaun yang Adam berikan. Kenapa dia begitu baik padaku. Tak lama Lisa dan Bryan datang mengejutkanku. Karena suasana hatiku sedang dalam keadaan baik, aku menyapa Bryan “hey.., bagaimana keadaanmu?” tanyaku pada Bryan. “seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja” jawabnya ketus. Bryan duduk di sofa dan mengobrol dengan Lisa. Mereka Nampak serius, tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin malam ini cepat berlalu dan besok malam segera datang. Saat aku terbangun, Lisa Nampak sedang membereskan barang-barangnya lebih tepatnya ia sedang berkemas. “lisa, where you’ll going?” tanyaku padanya. Ia tak menjawab bahkan ia malah menatapku tajam. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang aku tak tahu. “what’s going on?” aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya padanya, Lisa malah mebentakku “go away, I don’t ever want to see your face anymore!” Lisa pun pergi membawa kopernya dan membanting pintu dengan keras. Aku tak mau ambil pusing, itu adalah urusannya, aku benar-benar tak peduli.Setelah aku mandi, ponselku berdering. Bryan mengirimiku SMS : Tempat selanjutnya adalah Malibu Pier. Wait for me! Dia pikir aku mau pergi bersamanya, jadi obat nyamuknya. Aku bukan qiwi yang bodoh lagi. Aku menyimpan ponselku dan tak membalas SMS darinya. Namun tiba-tiba Adam menelponku. “Qiwi, aku dilobi hotel tempat kau menginap. Saya nak berikan poto kita kemarin” sahut Adam di balik telepon. “benarkah?” jawabku senang “iye, cepatlah kemari! you cantik kali!” “aku tidak sabar melihatnya. Baiklah tunggu aku. bye” Aku segera mengenkan pakaianku dan cepat-cepat pergi menemui Adam. Adam melambaikan tangan padaku dan aku pun berlari menghampirinya. “ini” Adam memberikan beberapa poto padaku. “waw.., aku suka semua ini. Ini bagus” pujiku padanya. “by the way, kau sendiri disini?” “iya” “bagaimana kalau kau ikut denganku ke lokasi pemotretan” Ajak Adam “ah.., baiklah” jawabku Aku duduk memperhatikan Adam dari jauh. Sesekali aku melambaikan tanganku padanya. Tiba-tiba Adam menghampiriku. “sepertinya gaun ini cocok untukmu. Macem mane kalau you jadi model I?” “apa? Ah.. tidak tidak. Terima kasih, tapi..” “tapi apalah, nak cobalah! Aku akan menunggumu disana.” Adam pun kembali ke lokasi pemotretan Aku jadi modelnya? Yang benar saja. Apa dia mau menghancurkan karirnya. Meskipun aku enggan, aku harus melakukannya, karena akupun ingin terlihat cantik. Mengapa sulit sekali berpose di depan kamera, itu membuatku stress. Dengan sabar Adam terus mengarahkanku dia berkata “must be natural!” Adam pun meenyerah, ia menyuruhku berdiri membelakangi kamera lalu kemudian dengan keras dia berteriak “AWWW” itu membuat semua kru yang ada disana kaget, termasuk aku yang lanngsung berbalik kaget daaaannn ‘jepret’ berhasil, ia berhasil mengambil wajahku yang sedang kaget. “kenapa harus ekspresi kaget?” protesku pada Adam, ia malah tersenyum dan meremehkan kemampuanku di depan lensa kamera “bukannya saya dah cakap, must be natural. It’s natural enough” dia membela diri, dan memamerkan hasil jepretannya dengan bangga. Hari ini aku kembali menghabiskan waktu dengan Adam, by the way Bryan dan Lisa apa kabar? Semoga mereka bersenang-senang sama sepertiku, tapi bukankah Lisa dan Bryan spertinya sudah putus (sepertinya). Aku mengecek ponselku, disana ada 56 panggilan tak terjawab semuanya dari Bryan. Aku pun menelponnya balik, namun sayang ia tak mengangkatnya. Aku yakin Bryan sedang marah dan kesal padaku. “Adam, sebentar lagi sore. Aku harus kembali” sahutku “tak bisa ke kite melihat sunset terlebih dulu?” tanyanya “maaf” jawabku lemah “ini kedua kalinya kau menolak. baiklah, aku mengerti. Nanti malam aku akan menjemputmu. Ok!” “iya” jawabku. Dan kami pun berpisah. Aku sangat kaget saat ku membuka pintu kamar, di dalam sudah ada Bryan yang sedang terduduk di sofa. “kau sudah datang” sahutnya sambil mematikan televisi “apa yang kau lakukan di kamarku?” Tanyaku kaget “aku menunggumu. Meminta klarifikasimu” Bryan berdiri dan menghampiriku di ambang pintu. “bukankah aku bilang kita akan pergi ke Malibu Pier” Sahut Bryan sambil berjalan ke arahku. “aku.. aku.. tadi aku..” aku begitu gugup dan ketakutan. Sepertinya Bryan benar-benar marah. “bermain dengan pria asing itu?” Tanyanya sambil terus menyudutkanku “iya” jawabku lantang. “kau menyebalkan sekali. Kau membuatku lama menunggu sendiri ” Bentak Bryan “Bryan! Jangan menyalahkanku, kau sendir itu karena kau mebiarkan Lisamu itu pergi. Jangan lampiaskan kekesalanmu padaku!” aku tak kalah marahnya. Bryan hanya menatap mataku tajam, ia pun pergi keluar. Jam sudah menunjukkan jam 7 malam, aku sudah bersiap-siap untuk pergi bersama Adam. Aku senang melihat diriku sendiri di cermin, Adam telah mengembalikan kepercayaan diriku yang selama ini hilang karena penghinaan Bryan terhadapku. Aku dan Bryan keluar kamar bersamaan. Aku sangat terkejut melihat penampilannya yang WOW keren, seperti bule yang mau apel malam mingguan. Aku memperhatikannya dari atas ke bawah. Dia akan pergi kemana? dasar bule menyebalkan. Apa dia mau pergi kencan? Keterlaluan. Bryan pun sama, dia melihat ke arahku dari atas ke bawah, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat. “kau Qiwi?” tanyanya tak percaya. Dengan bangga aku membenarkannya. “Gaunmu indah” sahutnya. Apa? Gaunku yang indah, yang benar saja. Kenapa sulit baginya untuk mengakui bahwa aku terlihat cantik. “”benarkah? Jasmu juga bagus” jawabku ketus, tapi ia malah membalasnya dengan senyuman, kemudian dia berputar dan berkata “ah.. ini penampilan yang special untuk orang yang special. Bagaimana, kau suka? Bukankah kau juga begitu? Penampilanmu tidak mengecewakan. Baiklah, sampai ketemu bye” Bryan berbalik lagi dan dia memegang daguku untuk sesaat “kau cantik” setelah mengucapkan itu dengan raut wajah yang bersahabat, Bryan langsung pergi. Dia mebuatku sedih, wajahnya adalah wajar orang yang sedang jatuh cinta. Apa aku tidak bisa sedikit saja ada difikirannya, atau setidaknya dia mempunyai perasaan padaku 10% saja. Ini sangat menyakitkan saat harus melihat ia berdandan yang tampan untuk wanita lain. Ini menyakitkan saat menyaksikan bagaimana ia jatuh cinta. Mencintainya masih saja menyakitkan. Adam sudah menungguku di depan hotel, dia melambaikan tangannya padaku sambil tidak lupa untuk tersenyum manis. “apa kau sudah lama menunggu?” tanyaku “ah tidak, saya baru saja sampai” jawabnya. Ia pun membukakan pintu mobil untukku. Kami pun pergi ke acara pameran seni itu. Adam membawaku untuk menyapa designer-designer terkenal termasuk yang dari Indonesia. Banyak orang menyangka aku adalah kekasihnya. Ah itu sangat berlebihan.ngomong-ngomong apa yang sedang dilakukan Bryan ya, sedang bersama siapa ia sekarang? Karena Lisa sudah pergi tadi pagi. Mudah sekali dia mendapatkan pengganti, bahkan tidak sampai satu hari. “Qiwi?” panggil Adam membuyarkan lamunanku “”ya?” jawabku “apa yang kua fikirkan?” tanyanya sambil memberiku segelas minuman manis. “ah tidak. Aku hanya sedikit lelah” jawabku berbohong, sebenarnya aku sedang tidak semangat. Ini semua gara-gara Bryan. “kau harus bertahan. Karena setelah ini kita akan pergi makan malam” “apa?” “kau keberatan?” “tidak, hanya saja aku benar-benar sangat lelah. Bisakah kau mengantarkanku kembali ke hotelku saja” “begitu ya, baiklah. Aku tak akan memaksa. Ayo!” Aku pun kembali ke hotel. Di lobi Bryan tiba-tiba datang menghadang aku dan Adam. Ia melihat secara bergantian antara aku dan Adam. Lalu, dia pun menarikku. Aku tidak terima dengan perlakuannya, aku pun menghempaskan tangannya, namun ia meraih kembali tanganku dan menarikku pergi, namun tiba-tiba Adam menghampiri Bryan “lepaskan dia!” sahut Adam. Bryan melepaskan genggamannya, namun dia malah menghajar Adam. Aku kaget dibuatnya. Untunglah keamanan langsung datang dan memisahkan mereka. Aku meminta maaf kepada Adam atas kelakuan Bryan padanya, dan akupun langsung menarik Bryan pergi dengan kesal. Setelah sampai di pintu kamar, Bryan menghempaskan genggaman tanganku. “lepaskan aku!” teriaknya. Aku pun melepaskan genggamanku.”apa yang kau lakukan?” aku marah padanya “apa yang kau lakukan?” dia balik bertanya padaku .“”apa?” aku tak mengerti. “apa kau begitu membenciku?” lanjut Bryan. Bryan pun masuk kekamarnya dengan marah. Aku menjatuhkan tubuhku ke atas tempat tidur. Aku begitu lelah sangat lelah. Kenapa aku menangis, ini sangat menyedihkan. Ibu aku ingin pulang besok adalah hari terakhir. Aku ingin besok waktu berputar dengan cepat, hingga aku bisa berada di pelukkanmu ibu, Bryan bukan kebahagiaanku, semoga nanti ibu mengerti. Dia membenciku ibu. Aku bangkit dan ingin menelpon ibuku, namun disana ada SMS dari Bryan: Kali kau harus datang. Jam 8 di Malibu Pier. Pesan itu dikirimkan pukul 6 sore dan pasan itu tidak terbuka olehku. Jadi, orang yang ingin dia temui adalah aku. Jadi itu alasan kenapa ia marah. Jadi, ia berdandan hanya untuk bertemu denganku. Aku teringat kembali saat kami bertemu di depan pintu kamar, dia tersenyum padaku dan mengatakan sampai ketemu, jadi dia menganggap aku akan menemuinya. Aku cepat-cepat menghapus air mataku dan pergi keluar. Aku telah berdiri di depan pintu kamarnya namun aku tak berani mengetuknya. Aku tak tahu apa yang harus aku katakana padanya terlebih dahulu, mungkin aku begitu mengecewakan baginya. akhirnya akupun pergi, aku pergi ke Malibu Pier. Aku menemukan sebuah meja di tengah dermaga dengan lilin yang telah padan di tengahnya. Seharusnya tadi aku duduk disini bersamanya. Entah kenapa ini membuat air mataku kembali mengalir deras. Namun aku begitu bahagia, sangat bahagia. Akupun mengirimkan SMS pada Bryan bahwa aku akan menunggu Bryan di Malibu Pier sampai ia mau datang. Aku menunggunya selama 3 jam, namun ia tak juga datang. Angin laut sudah menbuatku hampir mati kedinginan. Tiba-tiba seseorang memakaikanku mantel dari belakang “bodoh” ucapnya yang ku tahu dia adalah Bryan. Kami berdua saling mematung, bahkan aku tak percaya, aku tak tahu harus berbicara apa. “ayo, pulanglah!” Bryan berbalik namun aku langsung memeluknya dari belakang “maaf, maaf. Seharusnya aku membaca pesanmu lebih awal” aku menangis. Bryan tak berkata apapun. “”aku menyesal.. aku menyesal.. tolong maafkan aku!” pintaku dalam tangis. Bryan melepaskan pelukanku dan berbalik ke arahku. “seharusnya akulah yang meminta maaf padamu, seharusnya aku berterima kasih padamu. Aku orang yang tak bertanggung jawab, aku orang yang kejam, aku tak punya hati” Bryan menghapus air mataku. “aku begitu bodoh telah meninggalkanmu, dan kau hamper mati tenggelam, aku menyakiti perasaanmu selalu, aku selalu kasar tehadapmu. Tapi kau tak membenciku. Maaf.. maaf.. maafkan aku!” lirih Bryan yang lalu memelukku.”tetaplah berada di sampingku” bisik Bryan dan aku dengan senang hati mengangguk di pelukannya yang hangat. Kami berjalan menuju hotel tempat kami menginap. Aku tidak pernah menyangka bahwa suasana akan secanggung ini, sesekali tangan kami beradu dan aku jadi salah tingkah dibautnya. Melihat tingkahku, Bryan tersenyum dan malah menggandeng tanganku erat. “Bagaimana keajaiban ini bisa terjadi?” gumamku pelan, namun Bryan bisa mendengarnya, dia hanya tersenyum mendengarnya. Tiba-tiba aku menghentikan langkahku. “Apa yang telah terjadi padamu?” tanyaku pada Bryan curiga. “setelah hubunganmu dengan Lisa retak, kau mau memanfaatkanku untuk kau jadikan pelarian?” lanjutku. “Hey.. bicara apa kau ini? Aku dan Lisa sudah lama berakhir” jawabnya enteng “kau piker aku percaya?” “tentu saja kau percaya.” Aku hanya diam “sejujurnya sejak awal aku merasa ragu akan perasaanku. Lisa telah ku anggap sebagai sahabatku, ini semua rencanaku, tapi aku tak menyangka Lisa akan mencintaiku lagi, itu semua adalah rencanaku untuk menghindarimu. Semua yang ku katakan di rumahmu, aku membencimu, ada wanita lain. Semuanya bohong. Kau tahu? kupingku hamper lepas karena mendengar ibuku selalu membanggakan orang sepertimu. Ibu bilang, kau tidak pernah pacaran, karena kau yakin bahwa aku akan datang. Bodoh, kau harusnya tahu berapa kali aku pacaran. Semua tentangmu begitu menyiksaku. Tapi.., tapi jauh dari itu semua ternyata aku peduli dengan perasaanmu, dan Adam yang membukakan mataku” “jangan bahas itu” jawabku mencoba mengalihkan pembicaraan. Kenapa suasananya jadi seperti ini. “Bukankah sekarang aku telah bertanggung jawab atas perasaanmu?” tanyanya Aku hanya menatapnya dan berjalan pergi mendahuluinya. malam ini aku tidak bisa tertidur. Aku begitu takut jika aku terbangun, semuanya akan kembali ke keadaan semula, aku takut ini hanya mimpi. Aku tak percaya bahwa ini nyata, saat Bryan memelukku, saat dia memnggenggam tanganku. Ah aku sudah gila. Tiba-tiba ponselku berbunyi, itu SMS dari Bryan “apa kau bisa tidur?” tanyanya “aku super mengantuk” jawabku berbohong “aku tak bisa tidur” balasnya “kenapa?” tanyaku polos “aku merindukan Lisa” jawabnya Apa? Dia merindukan Lisa, aku tak percaya. Hebat dia bisa membuat moodku turun dengan drastic “kalau begitu tidurlah, dan mimpikanlah dia!” balasku “tidak aku tidak bisa tidur. Aku takut” “takut apa?” tanyaku “aku takut pangeran dari Malaysia akan mengambil wanitaku di kamar sebelah” jawabnya yang mebuat aku kembali tersenyum “kalau begitu kau jangan tertidur. Aku takut” balasku “takut apa ?” tanyanya “aku takut, besok kau akan kembali menjadi Bryan yang menyebalkan” aku membalasnya dengan jujur “apa kau piker akan seperti itu?” tanyanya “tidak” jawabku yakin “kalau begitu, tidurlah. Buktikan keyakinanmu besok!” jawabnya “baiklah” jawabku Aku bangun pagi sekali. Bahkan aku mungkin tidak bisa tidur. Aku mencoba mengingat-ngingat kembali kejadian tadi malam. Aku mengecek handphoneku dan melihat short massage tadi malam, ini nyata. Ibu aku bahagia sekali saat ini. Ibu seandainya kau tahu, jantungku berdebar sangat kencang saat ini, saat melihat wajahnya, saat melihat senyumnya, saat menyentuhnya,saat mendengar suaranya. Ibu ini bukan mimpi, SMS ini buktinya. Ini adalah hari terakhirku berada di Malibu. Bryan mengajakku tur berkeliling. Sayangnya ia mengajakku ke tempat yang sudah pernah aku datangi bersama Adam. Bryan begitu kesal akan hal ini. Ini bukan sepenuhnya salahku. “nampaknya kalian sangat dekat” gerutunya “seperti itulah” jawabku enteng “apa?” Bryan mengerem mobilnya secara mendadak “aw.. Bryan apa yang kau lakukan?” aku tersentak “maaf” ujarnya sambil kembali menyetir mobil Terlihat sekali dia sangat gengsi untuk menujukan kecemburuannya. Dia malah diam padaku. Kami mendatangi pusat perbelanjaan, kami berbelanja oleh-oleh untuk orang rumah. “menurutmu apa yang ibumu suka?” tanyaku pada Bryan. Bryan Nampak berpikir “aku tahu” sahutnya bersemangat “ayo ikut aku!” lanjutnya. Kami pergi ke toko kaca. Disana banyak sekali kaca beraneka bentuk, warna dan ukuran. Bryan membawaku ke salah satu kaca yang besar dengan ukiran indah pada bingkainya. “Lihatlah, ibuku akan sangat menyukai ini” dia merangkul pundakku dari belakang. Aku melihat pantulan tubuhku dan Bryan dari kaca betapa bahagianya aku “kau akan membeli kaca ini? Aku rasa ini terlalu besar” tanyaku. Bryan mendesah “apa kau benar-benar bodoh?” Brian melepaskan rangkulannya dan pergi keluar. “Bryan, kau tidak jadi membelinya?” sahutku sambil mengejarnya sebenarnya aku sedang menggodanya haha. “tidak” jawabnya. Aku mengejarnya yang sedang menyusuri pantai. Dia tak menghiraukan panggilanku sama sekali.”kau tidak membeli kaca itu. Kenapa?” Tanyaku “ibuku tak menyukai kaca itu” jawbnya sambil terus berjalan “kau bilang ia akan menyukai kaca itu” tanyaku lagi. Bryan pun berhenti, berbalik ke arahku. “dia menyukai bayangan yang dipantulkan cermin itu” aku terdiam dan OMG itu berarti, pantulan cermin . bukankah yang dipantulkan adalah bayangan aku dan Bryan. Belum sempat aku menjawab, bryan langsung meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat “ini yang dia inginkan sebagai oleh-oleh” ucap Bryan sambil menunjukkan genggaman itu padaku. Kami pun saling tersenyum satu sama lain. “”Bryan, kenapa kau menyukaiku?” tanyaku “apa aku pernah berkata aku menyukaimu?” jawabnya enteng “benar. Kau tidak pernah mengatakannya” jawabku lemah. Bryan tersenyum. “akhirnya aku tahu apa yang belum kalian lihat di Malibu” sahut Bryan yang lalu terduduk di pasir pantai “apa?” tanyaku, yang duduk di pinggirnya “lihatlah! Sebentar lagi kau juga tahu” Aku mengangguk dan menyenderkan kepalaku di bahunya, hingga ku lihat matahari terbenam berwarna orange. “sunset” gumamku “ya.. sunset” jawab Bryan “bagaimana kau tahu?” tanyaku penasaran “mudah, kau selalu kembali ke hotel sebelum matahari terbenam” jawab Bryan enteng. Aku hanya memperhatikan sunset yang indah itu. “Qiwi” Panggil Bryan “ya” jawabku tak berpaling dari matahari terbenam “aku menyukaimu” ujarnya pelan, aku terbangun dan menatap wajahnya “dan tak ada alasan untuk itu. Tolong, jangan pernah kau pertanyakan. Jangan berikan syarat akan perasaanku” Lanjutnya sambil membalas tatapanku Bryan mendekatkan wajahnya padaku “kau tahu apa yang dikatakan setiap wanita dalam suasana seperti ini?” Dengan gugup aku menjawab “”romantic?” Bryan tersenyum membenarkan, ia pun mendekatkan wajahnya.. dekat.. dekat.. dekat hingga aku menutup mataku dan menerima ciumannya. Bryan terasa begitu nyata, dan suara detak jantungnya begitu jelas terdengar. Detak yang cepat sama seperti detak jantungku. Bagaimana bisa dia begitu berdebar-debar sama seperti yang kurasakan, hangat nafasnya yang memburu itu semua nyata menyentuh kulit wajahku. Semua yang kuterima saat ini adalah hal yang tidak pernah ku duga, jauh… lebih jauh dari pemikiranku yang terkadang selalu salah membaca keadaan. Akhirnya aku tahu bagaimana caranya untuk mencintai tanpa merasa tersakiti, yaitu cinta itu harus terbalas. Cinta harus ada di masing-masing hati dan kurasa aku telah menemukan satu tangan untuk bertepuk bersama denganku. Malibu…., I’m in love  The end

Mr. England part 2

Mr. England part 2 Malibu I’m In Love Setelah datang ke ulang tahunku, Bryan langsung ingin pamit pergi untuk kembali ke hotel tempat ia akan menginap. Nampak sekali dari wajahnya kalau dia dalam mood yang sangat tidak senang berada di sini, bersamaku. Aku yang melihatnya pun merasa tidak enak. Aku bertanya dalam diriku apa yang salah dengan pesta ulang tahunku, dan bahkan aku merasa aku terlihat cantik dengan gaun unguku. Berbeda dengan apa yang ku rasakan, ibu malah tidak peka akan situasi, ia menghalangi kepergian Bryan dan membawanya ke tengah-tengah temanku. Aku tak tahu harus berbuat apa melihat ibuku sedang pamer orang ganteng pada teman-teman. Bryan nampak ogah-ogahan mengikuti ibu, tapi kenapa ibuku tak merasakan energy negative yang dipancarkan Bryan ?kenapa ibu? Aku hanya bisa tertunduk sedih dan tentunya malu, kenyataan yang sekarang kulihat sangat berbeda jauh dari khayalanku beberapa waktu lalu sebelum Bryan datang meskipun terlambat. Pesta selesai keluargakupun berkumpul untuk menyambut Bryan yang masih bertahan berkat pertahanan ibuku yang kokoh bak tembok besar cina. “Bryan, seharusnya mamah kamu ikut” ucap mamah pada Bryan yang sedang meminum sirup “mommy.., she’s so buzy with her new boutique and so with daddy. Maaf saya hanya sendiri” Jawab Bryan “Bryan, tante senang sekali walau kamu yang datang. ternyata kamu bisa bahasa Indonesia. Jadi Qiwi gak bakal kebingungan” Sahut ibuku pada Bryan “Mama aku tidak seburuk itu” aku membela diri, aku tidak benar-benar bodoh dalam berbahasa Inggris. “my mother teaches me everyday” jawab Bryan “Qiwi, Bryan kesini kan buat ketemu kamu, tapi kok kamu malah diem aja, ngobrol dong. Lagian dia bisa bahasa Indonesia” Lanjut ibuku yang berbalik ke arahku. Datang untukku? Yang benar saja, kelakuannya tidak memperlihatkan kalau dia tulus. Aku hanya bisa tersenyum memaksa. “Mamah ini, Qiwi kan baru ketemu sekarang sama Bryan. Mungkin dia masih canggung. Benaarkan Qiwi? ” Ayahku ikut bicara. “apa mungkin, Qiwi malu karena ada kita? Ya sudah mamah sama papah kedalem dulu ya. Ade ayo!” ajak ibuku pada ayah dan adikku. kali ini aku benar-benar kesal pada ibuku. Aku dan Bryan duduk berdua di teras. Suasana yang tidak nyaman bila ini memang kenyataan, namun akan sangat manis jika scene ini ada dalam khayalanku (mungkin akan terjadi sesuatu? Hanya otakku yang tahu). “kenapa kau bisa datang kemari?” Aku memulai pembicaraan “ya, never thought, I’ll be here tonight. Hari ini adalah hari yang telah di rencanakan oleh ibuku, ia telah menyiapkan hari ini selama 6 tahun” aku tak mengerti apa yang ia katakan “karena rencana hari ini, aku harus belajar ekstra” aku tambah tak mengerti “Belajar bahasa Indonesia sejak umur 12 tahun, dengan alasan bahwa kelak aku akan sangat membutuhkannya” Sungguh aku tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan. Bryan menoleh ke arahku, dan mata birunya bersinar menerangi wajahku, sedangkan pandanganku yang hampir tidak berkedip hampir melubangi wajah tampannya. “Hingga akhirnya aku tahu yang sebenarnya, semua yang ku lakukan adalah untuk hari ini, hanya untuk bertemu denganmu” Lanjut Bryan dengan nada sinis. “Maaf” ucapku lemas. Aku baru mengerti, ternyata ia memang tidak tulus, ini semua adalah settingan ibunya ynag tak lain adalah sahabat ibuku, sebenarnya perjodohan ini bukan hanya khayalan, tapi memang orang tua bryan dan orang tuaku memang hendak melakukannya. “bukankah kau yang menyukaiku, kenapa tidak kau saja yang belajar bahasa Inggris! Kenapa harus aku yang belajar bahasamu?” ujar Bryan dengan nada kesal “ apa? apa kau lupa, ada darah Indonesia di dalam tubuhmu. Sudah sepantasnya kau bisa bahasa kami, karena kau juga bagian dari kami” Hardikku yang sudah tak tahan dengan sikapnya. Tiba-tiba handphone Bryan berbunyi telpon dari ibunya. “hallo, maam. No, I’m not. Aku masih menyimpannya di sakuku. Ya, aku akan segera memberikannya. Bye” Bryan mematikan sambungan teleponnya. “tadi itu ibuku, orang yang sangat memperhatikanmu” ujar Bryan sedikit iri. “benarkah, aku merasa tersanjung” jawabku tak kalah judes. “ini, ibuku menitipkan sebuah paket liburan ke Malibu” Bryan menyerahkan dua buah tiket padaku. “APA?” aku sangat syok. “ini paket untuk 2 orang. Aku dan kau” “APA?” Aku tambah syok (speechless) “yaa.., aku ikut. Kau pikir ibuku akan mengizinkanku untuk meninggalkanmu seorang diri? Kenapa, apa kau kaget, atau bahagia? Ku dengar dari ibumu, kau selalu menanyaiku” “ahh.. itu, ttttidak seperti itu” aku mencoba menyangkal. Bagaimana bisa ibuku menghianatiku. “kau bertanya apa aku punya pacar, bagaimana sekolahku, bagaimana perasaanku padamu, orang yang seperti apa aku, dan masih banyak lagi” Ucapnya yang menjabarkan setiap pertanyaan yang memang pernah aku tanyakan pada ibuku. Aku hanya bisa terdiam dan menunduk malu. Bryan suudah tahu perasaanku padanya. “karena aku takut kau bisa mati penasaran, aku akan menjawabnya sekarang. Aku mempunyai seorang gadis yang cantik dan pintar, aku selalu mendapatkan nilai yang bagus di universitas, saat aku tahu semua yang kulakukan hanya untuk bertemu denganmu, aku sangat membencimu, aku orang yang sulit beradaptasi dengan keadaan baru. Apa itu jelas?”ucap Bryan panjang lebar sambil menatapku lekat. “Sebenarnya aku tidak mau tahu jawaban dari pertanyaanku itu. Dan perasaanku adalah milikku, aku tidak akan pernah memaksamu untuk bertanggungjawab untuk hatiku. Lagi pula kita baru saja bertemu. Tapi…” Aku berhenti dan sedikit ragu untuk melanjtukan. “Tapi apa?” Tanyanya “Tapi, kau tetap harus menjadi guideku di Malibu nanti.” “Ohh, itu. Tentu saja, lagi pula aku sudah berjanji pada ibuku.” Jawab Bryan enteng. “baiklah. Aku rasa kita harus istirahat. Lagipula kau sangat lelah bukan dengan semua keterpaksaan ini?” sahutku. “okay benar sekali. Terima kasih untuk pengertiannya” jawabnya. Apa? Bahkan dia tidak menyangkal keterpaksaannya, setidaknya dia bisa sedikit berbohong di hari ulang tahunku ini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan keadaan yang menyebalkan ini, jalan terbaik adalah meninggalkannya dan pergi tidur. *** Tidak pernah terbayangkan pagi ini akan menjadi awal dari sebuah nightmareku di Malibu nanti. Aku Qiwi, harus tetap tegar, say no to menyerah. Orang yang paling bahagia akan paket liburan ini adalah ibuku, yaa.. meskipun dia tak masuk daftar ajakan, tapi dengan Bryan yang akan selalu berada di sampingku nanti di Malibu, itu sudah membuat ibuku girang setengah mati. Aku sedikit ragu, aku telah kehilangan kepercayaan diriku, jauh di dalam diriku ada perasaan yang teramat sangat sedih. Bayangan akan sebuah cinta pada pandangan pertama hilang sudah, apa yang harus aku lakukan agar Bryan setidaknya tidak membenciku? Aku tak tahu, yang aku fikirkan malah bagaimana caraku untuk terus mencintainya tanpa menyakiti perasaanku. Apa itu mungkin? Bukankah bertepuk sebelah tangan itu sangat menyedihkan? Dan yang menyedihkan itu bukankah aku? Namun biarlah Malibu nanti yang akan menjawabnya. Aku mencari keberadaan Bryan, namun dia tidak ada. Aku pun menanyakan keberadaannya pada ibuku, dan akhirnya aku tahu bahwa dia sudah berangkat pagi-pagi sekali dengan alasan akan membawa barang-barangnya yang ada di Hotel. Ia juga berpesan akan menungguku di bandara. Meleset dari perkiraan, aku fikir dia akan berangkat bersamaku untuk pergi ke bandara. Ibuku mengantar kepergianku dengan adikku. Keceriaan masih saja menghiasi wajahnya. Sebelum aku pergi, ibuku berbisik “gunakan waktumu sebaik mungkin. Lihatlah bukankah dia begitu sempurna?” ibuku melambaikan tangannya kepada Bryan yang dibalasnya dengan senyuman. Ya.., Bryan Nampak sangat tampan dengan setelan jeans dan kemeja hitam, sederhana namun entah mengapa ia terlihat tampan, ah.. tidak dia saaaangat tampan. Bryan pun berjalan menghampiri kami. “good morning ladies!” sapanya pada kami. “pagi.., yaa ampun kau terlihat sempurna” jawab ibuku tulus. Bryan tersenyum bangga lalu kemudia menoleh ke arahku.”kau sudah siap untuk pergi?” tanyanya dengan raut waja yang berbeda : baik dan tulus. Aku hanya membalas dengan anggukan. Entah kenapa, aku sangat takut naik pesawat. Seluruh tubuhku gemetar, aku sangat gugup. Tanganku mencengkeram bangku penumpang. Aku memejamkan mata, yng ku dengar hanya suara desingan mesin yang sangat keras. Tiba-tiba mataku membelalak, Bryan melakukan hal yang sangat mengejutkan “tenanglah, aku ada disini!” ujarnya sambil menggenggam erat tanganku. Aku membiarkannya menggenggam tanganku selama di perjalanan, untuk itu aku harus berterimakasih padanya, karena aku merasa terlindungi. Akhirnya aku sampai di California. Bryan Nampak sedang mencari sesuatu, ah tidak tepatnya ia sedang mencari seseorang. Benar perkiraanku, dasar bule sialan. Seorang gadis pirang melambaikan tangannya ke arah Bryan yang di sambut lambaian tangan oleh Bryan “come here!” sahutnya pada wanita itu. Harusnya aku tidak melihatnya, Bryan memeluk wanita itu dengan mesra. Tunggu, sebenarnya apa maksud Bryan dengan semua ini? Apa wanita itu adalah kekasihnya. Oh ibu, aku sangat menyesal akan liburan ini. “Qiwi, kenalkan. She’s Lisa, my girl” Bryan memperkenalkan Lisa padaku “Hi, my name’s Qiwi, nice to meet you” jawabku berbasa-basi “hi Qiwi, nice to meet you too” Jawab Lisa hangat Poor Qiwi, aku hanya akan menjadi obat nyamuk bagi mereka. Di hotel tempat kami menginap aku sekamar dengan Lisa. Tidak salah, dia memang perfect. Dia cantik, rambutnya indah, kulitnya bersinar, tubuhnya tinggi semampai. Fisikly dia oke. Aku hanya bisa mengelus dada, tapi apa harus Bryan melakukan ini padaku sebagai hadiah ulang tahun? Apa dia benar-benar membenciku? Padahal selama di pesawat aku merasa dia bagai malaikat, tapi sekarang dia terlihat seperti Nazi. Gak salah, dia kan memang tetangganya Nazi. *** Hari pertma di Malibu, aku , Bryan dan tentu saja Lisa pergi ke The Getty Villa. Sangat membosankan disana. Kami mengunjungi museum kesenian dan museum, aku sama sekali tak tertarik dengan semua hal itu, berbeda dengan Lisa yang banyak bicara dan manpak tahu segalanya. Ya.. aku lupa bukankah dia gadis yang pintar. Saat itu aku ingin sekali menarik tangan Bryan menjauh darinya. Mereka sangat tidak berperi kemanusiaan. Aku sudah ingin pergi, tapi aku tak tahu apa-apa tentang Malibu. Akhirnya tur yang membosankan itu berakhir, kami pun makan siang di sebuah restaurant yang di pilih Lisa tentunya, dia mengatakan kata ‘delicious’ berkali-kali hingga aku muak mendengarnya, sayur asam lebih nikmat dari makanan ini. “Qiwi, how the taste? Do you like your food?” Tanya Lisa padaku “oh.., sure it’s so delicious” Jawaku ketus sambil menatap tajam ke arah Bryan. “ya.., kau memang nampak sangat menikmatinya” Ujar brian membalas tatapan tajamku. “Honey, this is for you. Just eat!” Lisa menyuapi Bryan. Itu membuat selera makanku bertambah. Aku tidak tahan melihat kmesraan mereka, mereka anggap apa aku? Aku pun berdiri dengan kesal “Bisakah kalian bersikap biasa saja. Dan kau Bryan apa kau tidak bisa makan dengan tanganmu?” hardikku kesal. “hey, what’s wrong with you?” Tanya Lisa padaku. Aku tak menyadari, aku hampir menangis saat itu, kenapa terasa sangat sakit. Bryan pun berdiri “apa kau cemburu?” aku tak tahan menghadapi Bryan, apa yang dia katakana pasti saja berhasil menyudutkanku dan membuatku malu.”bisakah sekarang kita pergi dari sini?” jawabku, tak mengiharaukan pertanyaan dua orang yang menyebalkan itu. kami berkeliling mengitari Malibu, meikmati pemandangan dan suasana yang indah di sana. Akhirnya kami pergi ke Leo Carillo, disana kami menikmati keindahan pantai dan kemudian berjalan-jalan di taman kota, hari itu diakhiri dengan sejuta kejengkelan. Akhirnya aku bisa surfing. Surfrider beach aku datang. Sayangnya aku tidak bisa surfing, meskipun Bryan bisa tapi mana mau dia menemaniku. Dia selalu sibuk berdua dengan Lisa. “Bryan, kau tidak ingin surfing?” tanyaku padanya yang secara tidak langsung aku mengajaknya. “tidak. Aku disini saja” jawabnya tanpa memperhatikanku. Dengan sangat sedih, aku harus bermain sendiri, aku mengamati dari jauh ia sedang duduk bersama lisa di atas pasir pantai. Aku melihatnya tersenyum, senyum yang tidak pernah ia berikan padaku, senyum yang lembut. Aku tidak tahu bagaimana caranya surfing, meskipun aku ingin melakukannya namun aku harus mengurungkan keinginanku itu karena aku memang tidak bisa.daripada aku tidak melakukan apapun, lebih baik aku berenang, setidaknya hal itulah yang bisa kulakukan. Aku merasakan keram pada kakiku. Gawat aku bisa tenggelam. Tidak, kakiku benar-benar keram. Bryan tolong aku, aku tidak bisa berenang, kakiku keram, lirihku dalam hati. Aku tidak bisa bernafas, aku merasakan air masuk lewat hidungku, terasa sangat sakit. Namun akhirnya aku bisa bernafas dan perlahan ku buka mataku. Yang pertama ku lihat adalah seorang lelaki yang menatapku cemas, menyedihkan dia bukan Bryan, tapi orang lain. “you baik-baik saje” ujarnya. Aku terbangun dan terbatuk-batuk “ya.., aku tak apa-apa” jawabku. “seharusnya you tak berenang sendiri” ujar pria itu lagi. Dari logat bicaranya, sepertinya ia orang Malaysia “terima kasih atas bantuan anda” jawabku tulus. “tak apa. Kau orang Indonesia ke?” tanyanya, aku hanya membalasnya dengan anggukan. “I’m Adam, from Malaysie” dia memperkenalkan diri. “namaku Qiwi” jawabku. “kau liburan disini?” tanyaku “no, saya sedang bekerja. I’m a fhotografer, kebetulan je ada pemotretan di sini” aku menganggukkan kepalaku tanda mengerti. Setelah agak sore, Adam mengantarku kembali ke hotel tempatku menginap. “kalau you ada waktu, jumpa saya besok di pantai ni. Aku akan sangat senang.” Ujar Adam Aku berfikir sejenak, meskipun ada Bryan tapi aku disini sendiri. Tidak ada salahnya aku bersenang-senang dengan pria Malaysia ini, lagipula dia tidak kalah tampannya, terlebih dia baik padaku. “tentu, aku akan datang” Jawabku. Sesampainya di depan pintu kamar, Bryan menghalangiku. “where you have been?” dia berteriak padaku “kau tidak perlu tahu” jawabku sambil akan membuka pintu kamar, namun tangan Bryan menarik tanganku dengan kasar “kau tahu, aku hampir mati mencarimu, kenapa kau sangat menyebalkan. Lalu siapa laki-laki yang tadi bersamamu. Apa kau ini wanita gampangan?” hardik Bryan padaku. Kata-katanya membuat mataku membelalak, jelas-jelas itu sangat menyakitiku. Air mata yang selalu ingin ku tahan, akhirnya tumpah tak tertahankan, reflex aku menamparnya. “pantaskah kau berbicara seperti itu? Lalu kemana kau saat aku hamper mati tenggelam? Kemana kau yang telah berjanji menjagaku? Kemana?” aku menangis sejadi-jadinya. “apa? Tentelam?” ujar Bryan lemah. Lalu tak lama pintu kamar terbuka, lisa datang menghampiri kami. Ia bertanya apa yang terjadi, namun aku tak menjawabnya. aku masuk ke dalam kamar. Lisa menghampiriku, dengan keadaanku yang sedang buruk, aku tidak mungkin bisa bersikap baik padanya. Aku hanya bisa diam dan tak menghiraukannya. Jam makan malampun tiba, Bryan mengetuk pintu kamar dan mengajakku dan Lisa untuk makan malam, sebenarnya aku enggan namun apa daya aku sangat kelaparan. Di restaurant, aku dan Bryan tak saling bicara. Lisa memilihkan makanan untuk Bryan, sayangnya, yang ia pilihkan adalah makanan yang mengandung udang. “Bryan, bukankah ibumu bilang kau alergi seafood” aku harus mengalah dan berhenti marah padanya karena aku khawatir. “aku sangat menyukai seafood” jawabnya ketus, mungkin ia masih marah padaku. Kami pun makan dalam keheningan, dan lisa pun menyadari bahwa aku dan Bryan sedang berada dalam perang dingin. Benar saja apa yang aku katakan, alegi Bryan kumat. Seluruh tubuhnya memerah dan gatal-gatal. Aku sangat menghawatirkannya, mungkin dia sekarang tak bisa tertidur karena hal itu. Aku pun memaksakan diri untuk pergi ke kamar Bryan untuk memberikannya obat yang sengaja aku bawa dari rumah. Aku mengetuk pintu, namun Bryan tak juga menbukanya, aku pun membukanya sendiri. Aku mendapati Bryan yang sedang terkulai lemas di atas sofa, dia tampak sangat pucat. Ya ampun ternyata dia demam. “bryan kau tidak apa-apa?” tanyaku cemas “I don’t know, it’s so cold” jawabnya dengan menggigil. Akupun memberinya obat lalu aku membaringkannya di tempat tidurnya “istirahatlah, aku akan mengambil air untuk mengompresmu” ujarku, dia hanya mengangguk lalu menutup matanya. Aku membuka mataku, Nampak Bryan tengah tertidur di depanku. Aku pun mengecek kembali suhu tubuhnya “panasnya sudah turun” tugas terakhirku adalah menyiapkan sarapan untuknya. Setelah selesai aku pun cepat-cepat pergi. Aku sibuk mencari baju yang cocok untukku. Ahh.. aku bingung sekali, kenapa tidak ada pakaian yang bagus, menyebalkan. Aku akan menemui Adam di pantai, akhirnya aku mempunyai teman. Adam Nampak sibuk memotret modelnya. Model itu mengenakan gaun batik yang sangat indah. Adam melihat ke arahku, aku melambaikan tanganku padanya yang ia balas dengan lambaian yag sangat bersahabat. Ia berteriak “wait” aku tersenyum dan membalasnya dengan anggukan. Adam telah selesai dengan pekerjaannya. Ia menghampiriku “maaf, dah buatmu menunggu lama” ujarnya “ah tidak, kau terlihat keren saat memotret” pujiku. “benar ke?” tanyanya senang. Aku mengangukkan kepala membenarkan. Adam, dia sangat baik padaku, dia memperlakukanku dengan lembut tidak seperti Bryan yang selalu kasar. Kami pun menghabiskan waktu berjalan-jalan di pinggir pantai. “modelmu memakai batik” ujarku “ya.., jangan salah faham. Itu model Indonesia. Gaun yang dikenakan model itu adalah rancangan designer Indonesia, untuk pameran batik” “benarkah? Aku sangat bangga. Kau pasti fotografer yang sangat profesional” “tentu saja. look ada apa disana tuh?” Adam menujuk ke suatu tempat. Aku melihat ke arah yang ditunjuk Adam, namun tak ada apapun disana. Saat aku berbalik ke arahnya dengan cepat ia memotretku “lihatlah, wajah bingungmu sangat lucu” ujarnya sambil memperhatikan cameranya. “hey, kau mencuri fotoku” aku mengambil kameranya “tidak buruk” gumamku. Kami pun tertawa bersama. Adam mengajakku untuk melihat papan Hollywood, aku hampir lupa disinilah tempat para bintang dunia. Tulisan itu menjulang tinggi indah, Adam pun memotretku disana. Kami berjalan-jalan di sekitar Malibu, dan bersenang-senang di taman kota tentunya sambil berfoto ria. Kami mencoba topi, kacamata dan kami makan eskrim bersama. Ini baru namanya liburan, aku sangat senang. “I’ve saw you in the art museum. ” ujar Adam “ya, itu hari pertamaku disini” “siapa mereka. Orang yang bersamamu” “mereka temanku” “sepertinya. Kedua orang tu adalah pasangan kekasih. Benar ta?” “seperti itulah” jawabku lemas “kurasa sebentar lagi sore, aku harus kembali ke teman-temanku” lanjutku “”tak bisa ke kita melihat sunset sebentar je?” sahutnya “maaf, teman-temanku pasti sangat khawatir” “baiklah. Qiwi, besok malam ada pameran busana, apa you bisa temani I? Pakailah gaun ini!” Adam menberikan gaun pink yang cantik. “sebuah kehormatan untukku, terima kasih. Gaun ini sangat cantik” aku sangat senang menerimanya. Aku dan adam sampai di pintu hotel, aku berpapasan dengan Bryan dan Lisa, namun Bryan berjalan seolah-olah tak mengenalku. Adam heran melihatnya. “bukankah mereka temanmu, iya ke?” tanyanya padaku “ah mungkin dia tak melihatku” jawabku “mungkin. Ah baiklah aku harus segera pergi. Sebentar lagi akan ada pemotretan” “Adam” panggilku Adam menoleh ke arahku “terima kasih untuk hari ini” sahutku padanya. Ia hanya tersenyum manis “sampai ketemu besok malam” sahutnya “tentu saja” jawabku.

Selasa, 10 Juli 2012

Ceritaku: Dinasti atau Demokrasi?

Ceritaku: Dinasti atau Demokrasi?

Dinasti atau Demokrasi?

Dinasti dan Demokrasi, dua kata yang sama tak lepas dari pemerintah, perintah dan orang yang diperintah. Dinasti berlaku pada masa lalu, dan dipakai dewasa ini di beberapa Negara di dunia. Sebenarnya apa yang akan saya bahas dalam artikel ini? Karena sekarang sedang marak dengan pilkada, dan bahkan sebentar lagi akan memasuki pemilu pemilihan presiden, maka artikel ini saya tulis untuk memperhatikan pengalihan kekuasaan menurut Dinasti dan Demokrasi. Kampanye, spanduk, baliho, visi, misi, janji manis, suap menyuap, hal itu mewarnai acara agung : PEMILU. Inilah budaya demokrasi, dimana pemimpin dipilih langsung oleh rakyatnya. Demokrasi, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Masalahnya adalah, apakah rakyat memang mengenal siapa calon pemimpin yang mereka pilih? Sungguh disayangkan, 90% warga Indonesia tak peduli akan politik dan hukum. Bahkan, sebagian mereka berkata “ untuk apa memilih mereka (pemimpin)? Apa kami akan diberikan nasi saat lapar, jika kami memilih mereka?” ya.., itulah pemikiran mereka yang akhirnya golput. Kebanyakian dari mereka tak mengerti betapa berpengaruhnya pilihan mereka. Sebenarnya, para pemimpin itu tak akan datang dan menberikan nasi saat kau menjerit kelaparan, mereka tak akan menaiki helicopter dan membuat hujan uang, namun, mereka bisa membantu rakyat dengan kebijakan yang mereka ambil, kebijakan yang benar-benar bijak. Kembali ke permasalahan awal. Di era demokrasi, pada masa kampanye begitu banyak uang yang para kandidat buang hanya untuk membuat iklan, baliho, pawai dan hal-hal yang bisa membuat mereka terlihat di sepanjang jalan kota, dan terlihat eksis di masyarakat. Hampir semua kandidat pasti mempunyai visi memberantas kemiskinan. Jika kita pikirkan lagi, hal ini lucu begitu memalukan mendengar omong besar mereka. Seperti menyaksikan seorang pengangguran yang sedang meminta pekerjaan dari rakyat. Bohong jika mereka melakukan ini untuk Negara dan atas nama rakyat, karena sebagai manusia mereka memerlukan matetri untuk bertahan hidup, dan posisi di pemerintahan adalah posisi yang sangat menjajikan. Jika kita fikirkan lagi, bukankah ajang kampanye adalah ajang penghamburan uang? Jika memang bapak/ibu yang menjadi kandidat murni ingin memajukan bangsanya di bawah naungannya, mengapa ia begitu ambisius, membuat baliho dimana2, memasang iklan di TV, untuk apa sebenarnya itu? Untuk rakyat? Jika memang begitu, mengapa mereka tidak memberikan uang itu untuk makan rakyat jelata? Sungguh disayangkan, ini sangat memalukan. Hal yang mengecewakan, hal yang berulang kali terjadi : diangkat, dipilih, menjabat, dan berakhir buruk di mata rakyat. Pemilu memang bagus, semua orang bisa berkesempatan untuk menjadi pemimpin, dan takyat yang memilih, namun kembali lagi, apakah rakyat Indonesia mengenal mereka dan apa mereka juga mengenal rakyat Indonesia? Dewasa ini, pemilu hanya sebuah acara formalitas, karena sebenarnya rakyat sudah tidak peduli dengan politik yang abu, siapa pemimpin selanjutnya, mereka tak perduli, toh harga sembako tak pernah menjadi murah, toh biaya pendidikan tetap mahal, toh pekerjaan tetap sulit dicari. Toh korupsi tumbuh subur. Demokrasi apa ini? Semua ada di tangan rakyat? BOHONG, semuanya ada di bawah kendali si kuat, yang pasti bukan rakyat. Dinasti, di era dinasti pemeritah diberikan secara turun temurun. Tak ada kampanye tentunya, yang meghamburkan uang. Namjun, disini rakyat tak muingkin berksempatan untuk menjadi pemimpin. Kalau kita telaah, semuanya sama saja, baik dinasti maupun demokrasi. Di pilih rakyat atau tidak dengan cara dipilih oleh rakyat semuanya sama saja. Rakyat jelata tetap rakyat jelata titik. Jadi, apakah sebuah system yang masih dipersalahkan?

Sabtu, 26 Mei 2012

Hari ini : 26 Mei 2012

Hidup itu hanya ada 2 pilihan : laki-laki perempuan, siang malam, susah senang. Hari ini aku menyaksikan begitu banyak tawa menghiasi teman-temanku di negeri ini “AKU LULUS” Mereka berteriak dan gembira, tak terkecuali aku terima kasih Tuhan untuk nikma-tMu yang indah ini. Aku bukan nona SMA lagi, aku seorang gadis dewasa sekarang, entah bagaimana aku memperlakukan hidupku hingga tak terasa aku telah melangkah pasa fase yang lebih tinggi dalam hidupku yang masih pagi ini. Aku lupa, diantara tawa, pasti akan ada tangis, benarkan? Bagaimana dengan mereka, saudaraku yang sama-sama berjuang denganku yang tak bias berkata “AKU LULUS” . Apakah air mata masih bias meringankan sakit yang bersemayam di hati mereka? Teman..., engkau yang disana yang sedang menjadi lelah dengan hidup, dan menjadi benci dengan sebuah nilai yang tertera dalam secarik kertas yang bias membuatmu begitu hancur, dengarlah ini... aku yang bodoh dan tak berguna “kurasa kau tahu bahwa ada rencana besar yang bersembunyi di balik semua ini, yakinlah ” Aku lulus, aku lulus. Selanjutnya adalah rencana akan senuah Universitas. Aku mendapat rekomendasi untuk mengikuti SNMPTN undangan. Itu hanya akan terjadi satu kali di dalam hidupku, aku akan merasa terhormat. Meskipun aku tidak diterima di undangan, tapi aku bahagia karena setidaknya aku menapatkan kehormaytan itu yang tak akan ku lupakan dalam hidupku. Kini aku rasa aku telahsiap melangkah, lebih mengenal akan sebuah kehidupan dan mencari kedewasaan. Aku akan memulai dan tak akan melupakan kenangan-kenangan yang telah tersimpan dalam ingatanku akan hari kemaroin saat aku menjadi nona manis, saat menjadi seorang remaja.

Sabtu, 31 Maret 2012

I am A Teenager: Mr.England

I am A Teenager: Mr.England

Mr.England

“Happy birth day to you…

happy birth day to you…,

happy birth day,

happy birth day Qwinnic ”

Inilah lagu yang cocok banget dinyanyiin dimalam penuh bintang ini, meskipun kebanyakan nyanyinya ada yang fals, sumbang dan sebagainya (kaya gak ikhlas). Saran gw buat yang ulang tahun mendingan nyewa paduan suara atau artis organ sekalian, buat nyanyi Happy Birth Day biar enak didengernya. Tepat hari ini gw ulang tahun yang ke-17. Kata orang-orang sih angka 17 dalam hidup itu angka yang sacral, angka dimana udah dianggap dewasa, angka dimana kita udah dianggap pinter(pinter boong, pinter belajar, pinter jajan, pinter pacaran). terus saat kita berusia 17 tahun, kita bisa bikin KTP, SIM (bisa juga Surat Izin Menikah) and tentunya udah pantes pacaran (he.. he..).

Kenalin nama gw Qwinnic. Kepanjangannya Qwinnic Coqueta, orang-orang biasa manggil gw Qiwi.Gw blasteran Jawa-Sunda (Heran ya… Blasteran Jawa-Sunda tapi namanya kaya bule Belanda), berambut ikal hitam dengan kulit hitam, mata bulat yang hitam ,idung mancung, bibir tebal hitam dengan tinggi badan rata-rata(ha..ha.. itu sih blasteran Jawa-Papua), anak kelas 3 SMA Di Bandung dan siap melepas gelar SMA dengan bangga di tahun ini.Eits… ngomong-ngomong 17, gw penasaran sama yang namanya sweet seventeen itu kaya gimana rasanya? Sweet dalam pacaran maksudnya? I don’t know. Sebelum gw niup lilin yang tertancap di atas cake pink bertingkat 3 yang so sweetnya gak nahan, gw mejemin mata dulu sambil make a wish diawali dengan tarikan nafas panjang dan mulai berdoa : semoga di usia gw yang udah 17 tahun ini gw bisa ngerasain sweet seventeen yang sering dibicarain sama orang-orang. Semoga gw bisa ketemu sama pangeran impian gw, semoga gw bisa mengakhiri gelar jomblo yang melekat didiri gw selama bertahun-tahun ini. Amin!. Aneh ya wishnya kaya gitu, he..he.. tapi kan yang namanya doa harus sesuai kebutuhan.

Satu persatu temen gw cipika-cipiki sambil ngasih kotak yang dihias so imut (padahal entar juga gw sobek-sobek dengan buas) dan tentunya bilang “Happy birth day Qiwi!” tak terkecuali Siska dan Rara. Mereka adalah teman seperjuangan gw disekolah, mereka tuh sahabat gw yang the best dan satu lagi wish gw, gw gak mau kehilangan sahabat kaya mereka. Love unyu-unyu deh…!. Gak ada prince berkuda putih datang secara tiba-tiba di pesta ulang tahun gw dan ngasih sebuah cincin berlian yang bertahtakan hati (alah alay dot kom) kaya di kebanyakan sinetron atau FTV, tapi gw sering juga sih berharap kay gitu, sayangnya gak pernah kejadian. Ngomongin Wish gw yang terakhir (mengakhiri masa jomblo), Gw termasuk malang dan tak beruntung. 3 tahun di SMA gw belum dapet mantan satupun gak kaya kedua temen gw Siska sama Rara .

Kebanyakan temen gw, ngasih gw kamus bahasa Inggris-Indonesia sama Alfalink , gara-gara gw tulalit dalam berbahasa Inggris (Kenapa gak sekalian ngasih gw bulenya aja biar bisa sekalian gw pacarin tuh bule). Gw kan cinta Indonesia, so.. gak perlu malu kalo gak bisa bahasa Inggris. Kata temen-temen gw sih, gw keberatan sama nama gw yang kebarat-baratan (Salah itu ,yang ada itu nama yang keberatan sama gw. Ha.. ha..).

Hari minggu pagi, nyokap gw gak biasa-biasanya sibuk ngerumpi di telpon. Tapi gak papalah dari pada sibuk ngomel gw yang males mandi. Nah… di ruang TV ada papah lagi asyik baca Koran. Samar-samar gw ngeliat salah satu artikel tentang gayus tambunan yang di penjara tapi bisa ke Bali (Mantap… yah ! tahanan masa kini, punya ilmu rawa rontek kali yang bisa ngilang atau punya ilmu suap yang tinggi. Haaaahaa, hanya dia, kepolisian dan tuhan yang tahu).

Pas gw sarapan sama Mamah, papah, dan adek gw. adek gw menorah kearah gw dan tersenyum sendiri. Gw salah tingkah dong, emang ada yang lucu didiri gw?. Gw langsung usap-usap muka gw aja, kali aja ada sesuatu yang nempel (tapi gak ada). “Heh kunyuk.. kenapa lu ngetawain gw?” tanya gw ke Adek gw si Pinno. “Tanya aja sama mamah!” jawab si Pinno. Mata indah gw langsung mengarah ke mamah yang sedang lahap memakan nasi goreng buatan Bi Minah. “ini soal kesepakatan papah sama mamah buat… buat…” ucap mamah dengan ragu-ragu. “Buat apa mah?” tanya gw dengan penuh rasa ingin tahu yang kuat dan semangat yang menggebu-gebu. “buat jodohin kamu sama si Bryan anaknya Tante Dian yang ada di Inggris itu” lanjut mamah. “What?” jawab gw kaget dengan mata yang hampir keluar dan bibir nganga (sebenernya pura-pura, supaya keren aja biar kaya di film-film). Suasana hening sejenak kecuali Pinno yang masih cengengesan. “Bule ganteng itu, yang ada di album foto tahun baruan kemaren?” tanya gw dengan penuh semangat dan senyum kepuasan (kapan lagi dapet bule ganteng). “Kamu setuju?” tanya papah. “Dengan senang hati, kalo dipaksa he… he..” jawab gw sambil menebar senyum kemenangan.

Gw gak nyangka, lamaaaaaa gw ngejomblo eh pas dapet langsung bule. Mana Bulenya kagak nahan lagi. Nama lengkapnya Bryan Wicaksono, perawakan tinggi, rambut item agak-agak coklat, idung mancung, kulit bule bener. Pokoke mak nyos. Tapi ada beberapa kendala yang bikin gak enak. Pertama, gw belum pernah ketemu sama dia secara langsung. Kedua, gw gak bisa bahasa Inggris, gimana bisa nyambung kalo gak bisa ngobrolnya. Tapi kendala yang paling berat adalah : dianya mau gak sama gw?. Gw mesti puter otak, kesempatan itu gak boleh gw sia-siain. Meskipun Bryan punya darah Indonesia, tapi dia itu lahir dan di besarkan di Inggris, jadi dia gak bisa bahasa Indonesia. Menurut gw, kamus sama Alfalink itu gak cukup buat bikin gw pinter bahasa Inggris dalam waktu 2 bulan (Secara 2 bulan lagi, Bryan sama keluarganya mau ke Indonesia). Kata Siska sih, mendingan gw les kilat aja. Les bahasa Inggris gitu biar keren. Kebetulan kakak pacarnya punya temen guru les bahasa Inggris (ide bagus dalam kondisi genting ini meskipun gw males).

Akhirnya di suatu siang, gw dianter Siska sama Rara buat ketemu guru les gw. “alah gaya lu, pake jodoh-jodohan sama bule segala” ejek Siska. “Gw juga baru tau kemaren. Itu namanya pucuk dicinta ulam pun tiba! Ah.. sirik aja lu” Jawab gw dengan penuh kebahagiaan. Siang itu Kita janjian di Café gak jauh dari sekolah gw. “Eh.. eh.. itu orangnya dateng!” Ucap Siska sambil jari telunjuknya yang lentik berkutek pink menunjuk kepada seorang cowok dengan kemeja putih garis-garis dengan jeans panjang , kira-kira umurnya 20an. Mukanya juga cute, badannya lumayan tinggi, ya.. bisa dibilang baguslah (tapi kayaknya bagusan tunangan gw si Bryan). “Hi.. Mr.Ifan” sapa Siska pada cowok yang sedang menghampiri gw, Rara dan Siska. “Hi,, Sis, gak perlu pake Mr kali, panggil Ifan aja!” Ucap cowok yang pinter bahasa Inggris itu. Gw langsung nyuruh Mr.Ifan duduk dan memulai ke pokok pembicaraan. “Jadi gini Mr.Ifan, Saya Qiwi. Saya mau belajar bahasa Inggris sama mister. ” Ucap gw untuk memulai pembicaraan (Jangan tanya kenapa Rara gak ikut ngomong, dia lagoi asyik BBMan sama cowoknya). “dengan senang hati” Jawab Mr.Ifan dengan senyuman. Ya, kesan pertama ketemu sih kayanya dia orangnya baik dan sopan, itu terlihat dari cara dia bicara.

Hari pertama, gw belajar dirumah gw. Mr.Ifan langsung ngasih materi yang terdasar buat pemula kaya gw (sebenernya bukan pemula sih, dari SD gw udah belajar bahasa Inggris tapi gw gak terlalu ngerespon). Dia ngajarin gw gimana caranya ngenalin diri pake bahasa Inggris, cara minta izin atau minta maaf, cara bertanya dan lain sebagainya. Kesan gw buat Mr.Ifan itu, adalah dia itu tipe cowok yang sangat sopan dan menghargai orang. Pada dasarnya gw emang pinter jadi dalam jangka waktu yang tidak lama, ya.. kira-kira 2 minggu gw udah bisa cara memperkenalkan diri dan bertanya. Waktu yang sangat singkat dibanding sekolah bertahun-tahun.

Sebulan lebih udah gw belajar Inggris sama Mr.Ifan. Dia udah kayak kakak buat gw. Kata Mr.Ifan belajar bahasa Inggris itu gak cukup dengan teori doang. “Supaya kamu lebih bisa, Kamu sering nonton film Hollywood aja yang gak pake translate atau dengerin music barat!” Kata Mr.Ifan. “oh.. siip, buat tunangan aku tercinta apapun akan dilakukan, he..he..” Jawab gw dengan sedikit becanda. Mr.Ifan hanya tersenyum dan ngacak-ngacak rambut gw. Coba aja kalo gw belum di jodohin sama Bryan, pasti gw mau jadi pacar dia.

Gw ngerasa deg-degan, rasanya jantung gw mau copot. Besok adalah tepat 2 bulan yang gw tunggu-tunggu. Tapi gw ngerasa sedih karena gw udah bisa bahasa Inggris (meskipun sedikit) dan itu artinya gw gak bisa becanda sama Mr.Ifan lagi. Ahh.. gw harus buang pikiran itu jauh-jauh. Esoknya, gw sama keluarga gw ke Bandara buat jemput Bryan dan keluarganya. Kata mamah sih, Bryan lansung suka sama gw pas liat poto gw waktu ulang tahun yang mamah kirimin lewat E-Mail (wah.. cinta gw terbalaskan). Tiba di Bandara gw jadi gak pede, gw takut grogi ngomong Inggris meskipun gw udah bisa. Gw mikir kata-kata apa ya yang cocok buat mengawali pembicaraan nanti. Aduh pokoknya enggak banget deh.

Akhirnya Bryan datang juga. Waw, emang gak salah. Aslinya Bryan lebih Cool dari poto yang mamah kasih ke gw. Gw sangat menikmati pemandangan yang sedangn gw saksikan itu, Hingga akhirnya adek gw ganggu pandangan gw. “Biasa aja Kak, gak usah mimisan. hahahah” Ucap adek gw sambil tertawa puas. Gw Cuma bales pake tatapan tajam hingga bikin adek gw itu diem lagi. “Eh mbak Dian, selamat datang Mbak. Apa kabar? Udah lama gak ketemu ya..” Sambut mamah yang langsung memeluk calon mertua gw. Sementara itu, mata gw ngelirik Bryan yang kelihatan gagah dengan sweater hitamnya. Ternyata Bryan pun melihat kearah gw dan ngasih senyuman yang langsung gw bales pake senyum maut. “Baik jeng, gak kerasa ya, anak kita udah pada besar” Jawab Tante Dian ke mamah gw. “Ya sudah mari, kita ke mobil, come on sir!” Ucap papah gw ke bokapnya Bryan yang terlihat masih muda. “Qiwi, mobil mamah gak muat, jadi kamu sama Bryan yah!” Ucap mamah ke gw. “ah..? iya mah.” Jawab gw sambil pura-pura malu gitu padahal aslinya gak tahu malu.

Di mobil, gw punya kesempetan buat lebih mengenal Bryan dan sekalian cuci mata (aduh senagnya hatiku di kasih vitamin C=Cinta). “I like the view. This is Bandung?” Tanya si bule itu sambil menoreh ke arah gw. “Ya.., ” jawaban gw yang singkat, padat dan jelas (masalahnya gw takut salah ngomong). Bryan ngomong lagi : “we never know any other before, but I believe that we can make a good relation like now”. Gw gak konsen banget, akhirnya gw cuma ngasih senyum sama dia sok ngarti padahal gw Cuma faham sebagian. 10 menit sudah selama perjalanan gw nyoba memberanikan diri buat ngomong ke dia “I hope, you’ll enjoy with me!” Ucap gw ke Bryan (itu kata Yang gw inget yang pernah di ucapin Mr.Ifan waktu gw masih gak bisa bahasa Inggris). Pandangan gw terarah antara melihat Bryan dan melihat jalan(coz gw lagi nyetir). Sementara itu Bryan menorah ka arah gw, gw rasa dengan wajah serius. “Honest, I can’t forgetting you since I saw your photos. I know, may be you’ll think that it’s so crazy”.(gila tuh bule, terang-terangan banget) Aduh gw udah GR banget, rasanya gw lagi terbang melayang bersama burung-burung yang bernyanyi indah saat gw denger dia ngomong gitu. “Same here, I felt it too” jawab gw sambil nahan pengen jingkrak-jinkrak.

Singkat kata, gw pun lulus dan pertunangan pun tiba. Acaranya di adain di Bali sekalian gw sama keluarga Bryan liburan disana dan enggak lupa juga pedekate. Pestanya dibuat meriah dengan suasana yang anak muda abis. Disana ada temen-temen gw dan kebanyakan temen-temen orang tua gw sama orang tua Bryan. Disana juga datang Mr.Ifan (saat itu gw ngerasa kangen sama dia). “Hi, Qiwi! What a suit couple” Ucap Mr.Ifan yang kayanya basa-basi . “Thanks Buddy” Jawab Bryan sambil menepuk punggung Mr.Ifan. entah kenapa gw gak bisa berkata-kata, I just could say thanks. Acara pun di mulai. Kami, gw sama Bryan saling bertukar cincin dan telah resmi bertunangan di pulau para dewa yang indah, Bali. Semua yang gw alami seakan sebuah mimpi yang berubah menjadi nyata dan terasa begitu nyata. Hal yang berawal hanya ada dalam mimpi indah gw kini bisa gw rasakan dengan sangat jelas.(lebay)

Emang sih gw baru 17 tahun, tapi gak ada salahnya kan buat tunangan? Dari pada gw pacaran sama orang gak jelas, nanti hidup gw yang udah gak jelas malah makin gak jelas. Sebenernya gw masih bingung, kok mau ya si Bryan tunangan sama gw. Secara di negaranya kan cewek yang 1000x cute dari gw itu seabrek. Whatever, in the fact banyak orang bule yang terpesona sama orang Indonsia, buktinya Tante Dian. Dia bisa nikah sama Om Rodelf gara-gara tabrakan di tempat pariwisata di Jogja. Emak gw aja yang dapet bokap gw dari Jawa, padahal temen FaceBooknya kebanyakan bule.

Hari ketiga di Bali, gw ngerasa ada yang aneh sama Bryan. Meskipun gw ada disisinya dia gak segan-segan buat ngegoda tourist yang sedang berjemur di pantai. “Hi… sweety!” begitulah Bryan menyapa cewek-cewek bule itu (Mungkin orang bule kalo nyapa cewek gitu kali). Tapi gw masih maklumin itu, mungkin di Inggris dia begitu. Tapi apa itu wajar, dia seolah gak ngehargain gw. Saat itu gw gak tahan ngeliatnya dan gw langsung pergi ninggalin dia tanpa dia tahu. Mungkin saat itu gw cemburu atau kesal atau apalah itu yang pasti gw bête banget. “I don’t like the way you did to those girls !” Kata gw. “hey, somebody jealous here” Jawab Bryan sedikit menyindir, “come on baby, I’m not serious. I thought you know that I love you so much” lanjutnya.” I never know, you never show it to me” Jawab gw dengan suara agak meninggi. Tiba-tiba Bryan terdiam dan menatap mata gw dengan mata birunya yang bersinar menyinari hati gw yang lagi empet. Dan gw bales buat natap matanya balik. Gw lihat mata itu semakin mendekat, terus mendekat, mendekat dan…… “QIWI…..!!!!” tiba-tiba terdengar suara cempreng dari kejauhan manggil nama gw. Seketika semuanya menjadi buyar. “Qiw… kenapa lu, lagi ulang tahun kok ngelamun?” tanya Siska sampil nepak punggung gw. “Ah Siska… lu ngehancurin semuanya!!!” gerutu gw. “Apa sih lu…” jawab Siska. Dasar teman yang tidak pengertian, padahal sebentar lagi Si Bryan nyium gw. “Uda lah.., biasa temen kita yang satu ini suka ngayal gak jelas… ha..ha..” ejek Rara sambil mainin rambut ikalnya yang diwarna.

“Lu dicari nyokap lu, ada tamu tuh”

“Tamu? Bukannya semua tamu udah pada dateng”

“Mana gw ta

Mengetahui itu, gw langsung beranjak dari kursi yang sudah menjadi saksi akan hayalan gw yang gagal. Dengan langkah yang lemas dan agak ngesot gw langsung nyamperin nyokap gw. “ada apa mah?” tanya gw. “Tunggu sebentar ya!” jawab mamah dengan senyum penuh arti. Mamah pun pergi ke ruangan depan. Setelah menunggu sebentar, mamah kembali dengan seseorang yang gw kenal, seseorang yang gw…. YA AMPUNNNN…. Bryan dateng ke pesta gw.





Nina Minawati M

SMAN 2 Purwakarta

Rabu, 04 Januari 2012

I am A Teenager: Tanah Yang Dijanjikan

I am A Teenager: Tanah Yang Dijanjikan

Tanah Yang Dijanjikan

Tanah Yang Dijanjikan

Nina minawati Muhaemin



          Terkadang aku berharap tak dapat melihat mentari terbit. Kadang aku bosan mendengar degup jantungku. Kadang aku berharap aku lupa untuk bernafas------ Kini jalanku telah tertatih, tak mampu lagi berlari mengejar angin, menangkap kebahagiaan. Hidup dalam baying-bayang kelatian yang belum jua menjemputku.

            Selalu terlintas dalam benakku, untuk apa aku hidup? Untuk merasakan kepedihankah? Atau untuk menghitung mayat-mayat yang semakin hari semakin bertambahkah? Atau untuk mendengar jeritan-jeritan penderitaankah? Kurasa ini bukan pertanyaan, namun sebuah kenyatahan yang harus ku TELAN.

            Tak terasa telah 1 bulan aku berada di Libanon. Tak terasa…, ya memang tak terasa, karena mungkin sekarang aku terlah mati rasa. Libanon, bermil-mil jauh dari padang gersangku : GAZA. Mungkin kau bertanya, bagaimana aku bias berada disini---- Ini adalah cerita yang panjang.

            Semua berawal ketika aku dibawa oleh seorang relawan China pasca agresi yang dilakunkan para Zionis atas wilayahku : Gaza. Ia seorang pria tinggi, putih, dan mempunyai mata yang nyaris tertutup. Ia dating ketika aku duduk bersimpuh di depan mayat adikku, Ridwan. Dengan segera lelaki China itu membawaku yang tak henti-hentinya menangis.Aku dibawanya ke tempat yang penuh akan tenda-tenda besar. Disana ada sekumpulan wartawan dari berbagai Negara. Kadang aku berfikir, untuk apa mereka kesini? Untuk sebuah berita besarkah? Atau untuk menghampiri kematian mereka sendiri? Aku tak mengerti.

            Aku melihat ada banyak orang sebangsaku : tua, muda, anak-anak, dewasa, mereka berkumpul disana dengan situasi dan kondisi yang berbeda-beda, yang sangat ku tahu tak ada satupun dari merekan berada dalam keadaan yang baik.

            Pemuda China itu terus membawaku melewati beberapa tenda yang penuh oleh orang-orang Palestina. Diantara mereka, ada yang memperhatikanku dan ada juga yang gundah gulana sendiri. Kami berhenti tepat di depan sebuah tenda besat berwarna kuning keemasan. Dari dalam keluar seorang gadis cantik berambut lurus panjang, warnanya hitam nan berkilau : begitu indah. Dalam sedetik aku dapat mengetahuii bahwa wanita cantik itupun adalah orang China : mereka mempunyai mata yang hamper tertutup. Kadang aku bertanya, apakah mereka dapat melihat dengan jelas? Hanya mereka yang tahu. Si lelaki yang baru ku tahu namanya adalah Yuo Eun berbicara dengan wanita itu yang dipanggil Shin oleh You, mereka berbincang dengan bahasa tang kosakatanya tak ku mengerti sedikitpun. Dalam percakapan Shin, memandangku, matanya terus bergantian antara memandangku dan Yuo. Aku bias membaca tulisan besar yang tersirat di dalam mata Shin yang sedang melihatku : IBA, itu membuatku cukup mengerti bahwa mereka sedang membicarakanku. Bukan….., bukan membicarakanku, melainkan membicarakan kemalanganku.

“I’m so sorry for you!!” Ucap Shin, menatapku iba.

sedikit mengejutkanku karena tanpa sadar aku menyimak pembicaraan kedua orang China itu (meskipun ku tak mengerti). Aku bias merasakan ada tulisan besar yang terpampang di keningku : AKU SEDANG FRUSTASI. Terlalu lemah bagiku untuk membalas ucapan Shin.

“I promise you’ll gonna save here..” Lanjut Shin sambil membawaku ke dalam terda. Itulah pertamakali aku menginjakkan kakiku di tempat pengungsian.



***



Ini dalah sebuah kisah kelam diantara kekelaman dalam hidupku. Bagaimana aku bias berada jauh dari Negeriku : bagaimana aku bias berada di Libanon, di sini di tempat aku berdiri. Gaza…., bukan…, bukan Gaza, tepatnya Palestine apa kabarmu?

            Saat itu pengungsian adalah tempat yang aman bagiku untuk berlindung. Menghabiskan siang hari membantu para ibu memasak, merawat orang yang terluka, dan mendengaarkan cerita kelam mereka. Ketika malam aku lebih suka berada di tengah-tegah anak kecil, ya.., sedikit mengobati kerinduanku pada adikku, Ridwan. Aku menceritakan kepada mereka tentang sebuah negeri yang aman, damai , dan terntam, yang entah apakah memang benar-benar ada? Aku sangat berbakat dalam hal bercerita tentang keindaha, kedamaian, kebahagiaan, dan cinta, karena hal itulah yang sering kupikirkan bagaimana rupanya.

            Anak-anak itu…, yang tak berdosa, yang tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Senyum mereka bagai mentari yang terbit di pagi hari : begitu indah. Entah apa yang berada di kepala malaikat-malaikat kecil itu, yang ku tahu ada kerinduan di mata mereka, kerinduan yang mendalam akan sebuah : KEDAMAIAN. Sesekali ceritaku terhenti kala terdengar bunyi dentuman yang mengejutkan. Aku heran, bahkan mereka tak ketakutan sedikitpun, Allah pasti telah menguatkan hati mereka sedemikian rupa. Mereka selalu bias tersenyum bagaimanapun caranya. Sedikitpun tak ku dengar keluh kesah dari bibir mungil mereka, berbeda denganku yang terkadang lupa untuk bersyukur, astagfirullah…., ampuni hamba-Mu ini Ya… Allah.

           

***

           

Pagi-pagi sekali aku melihat anak-anak berkumpul di tempat dimana aku biasa bercerita. Mereka membentuk sebuah lingkarang dengan seorang pemuda di tengah-tengah mereka. Ternyata itu Traver, relawan asal Amerika. Ia begitu terlihat serius dalam ceritanya, hebatnya ia begitu fasih bahasa kami. Aku mendekat dan ikut menyimak, 5 meter jauhnya dari mereka.

“aku yakin kalian tidak tahu perbedaan antara Yahudi, Zionis dan Israel…” Ujar Taver yakin.

“Mereka sama…., sama-sama penjajah!!!” teriak seorang pemuda dari belakang, ya…, terdengar kesal dan marah.

Traver tidak menghirauka pemuda itu dan ia melanjutkan perkataannya. “Yahudi adalah   nama atau sebutan untuk bangsa yang merupakan keturunan Israel, nama lain nabi Yakub.AS. Nama Yahudi sendiri berasal dari salah seorang putra nabi Yakub yang bernama Yahuda. Sedangkan Zionis itu adalah ideology dan gerakkan yang pertama kali dicetuskan oleh Theodor Herzl. Kata Zionis diambil dari kata ‘Zion’ yang merupaka salah satu bukit di ‘tanah yang dijanjikan’. Gerakan ini menghimpun semua bangsa Yahudi untuk kembali berkumpul, bahkan…., bahkan…,” Traver terhenti dalam ceritanya, ia tertunduk dan menutup matanya.

“Ayo….!!! Lanjutkan!!” Sahut seorang bocah kecil yang duduk di samping kirinya.

            Traver kembali mengangkat kepalanya, dan sekarang matanya tertuju pada bocah kecil yang ada di sampingnya. Dengan segera ia menmangku bocah kecil itu dan mendudukkannya di pangkuan.

“Hey…., Aisyah, what is he doing over there?” Yuo Eun tiba0tiba berada di sampingku yang cukup mengagetkanku.

“Hey…, Yuo. Traver, he’s telling a story to these Child…” jawabku berusaha menyimpan rasa kagetku.

“Bahkan……, bahkan…., dengan menginjak-injak dimensi kemanusiaan Negara lain.” Akhirnya Traver melanjutkan kata-katanya, dengan senyum yang lebih mirip dengan ekspresi menakut-nakuti, terlalu dipaksakan menurutku.

“Sementara Israel merupakan Negara yang bukan Negara, karena mencaplok wilayah Palestina dengan berlindung di balik tameng sejarah dan religi.” Traver mengakhiri ucapannya.

            Zion? Tanah yang dijanjikan?. Semuanya mengiang-ngiang di kepalaku. Aku berusaha diam menutupi rasa penasaranku. Sebenarnya aku tidak nyaman dengan Yuo berada di sampingku, apa yang ia lakukan, mendengarkan ratusan kosa kata yang ia tak mengerti sedikitpun : bagus sekali.



***



            Malam semakin dingin, sementara desiran angina terus menghujam, membangunkanku dari lamunan panjang, ingatkanku pada dosa yang telah kulakukan. Ya…, Rob ikhlaskan hati dan jiwaku menerima cobaan-Mu agar aku yahin akan cinta-Mu  yang abadi di dunis ysng fana ini.

“Ternyata kau memiliki stok air mata yang banyak, Aisyah!” Sahut sebuah suara yang tiba-tiba muncul dari arah samping kiriku, yang cukup mengejutkanku. Ternyata Traver, ternyata ia sangat tinggi, mungkin 183 cm. wajahnya putih, sehingga aku bias melihatnya meskipun dibawah cahaya bulan yang remang-remang. Dalam sedetik ku melihat mata birunya menyala di tengah kegelapan : begitu indah. Aku menengok ke arahnya sebentar dan kembali menaruh pandanganku kedepan. Entah apa yang kulihat diantara warna hitan malam, mungkin lampu-lampu rumah yang berwarna-warni.

“Apa yang sedang kau lakukan disini, menyendiri? Ini malam yang dingin, you know??” lanjutnya.

“Aku sedang menikmati malam yang tenang.” Jawabku, sedikit dibuat-buat. Refleks dating dari kakiku, dengan spontan aku melangkahkan kakiku kearah kanan, menurutku 1 meter adalah jarak yang cukup aman antara aku dan Traver.

            Dilihat dari jarak 1 meter, Traver terlihat seperti orang arab, hidungnya, alisnya bibirnya,. Yang membuatnya tampak seperti orang amerika adalah warna mata, rambut dan kulitnya saja. Mungkin ia blasteran, mungkin.

“Dan kau…, apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku yang lebih mirip seperti sebuah introgasi.

“Sama sepertimu. Menikmati malam yang tenang.” Jawab pria kekar itu, mencontek kata-kataku.

            Penampilannya begitu tenang dan cool. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket kulitnya yang terlihat sangat mahal. Tunggu…., aku menangkap sebuah kerutan di dahinya yang tidak bias menyembunyikan bahwa ia sedang dalam keadaan gelisah. Tapi aku coba tidak memikirkannya, bagiku itu adalah urusannya.

“Hmm…, lagi-lagi gencatan senjata” Ucap Traver memecah keheningan antara kami.

“Hmmm…, ya, setelah saling serang, apa mereka piker ini sebuah permainan?” Jawabku agak geram.

“ya, benar. Aku tak mengerti. Pertama, Hamas mengitimkan roket menuju Israel” tambahnya.

“lalu Zionis itu membalas dengan melancarkan serangan udara yang disebut Operation Cast Lead” Tambahku lagi.

“dan setelah hal besar itu mereka menyatakan gencatan senjata” ucap Traver, sementara matanya menerawang entah kemana. “Aku tidak pernah bias mengerti akan taktik mereka, aku tidak pernah bias membaca pkiran mereka, apa yang sedang zionis-zionis itu persiapkan dalam gencatan ini. Arrrgghhh….!!!” Traver terlihat frustasi, ia berjongkok dengan posisi tangan yang mengacak-acak rambutnya sendiri, ya suatu ekspresi yang bagiku tak perlu ia lakukan.

            Aku teringat kembali akan kata-kata yang ia ucaokan pagi tadi, tentang tanah yang dijanjikan, dan akupun penasaran bagaimana bisa ia begitu fasih berbahasa kami.

“Traver…., emmm, aku ingin menanyakan sesuatu padamu” tanyaku padanya sambil ikut berjongkok sepertinya.

“Apa? Katakana saja!” jawabnya sambil membereskan kembali rambutnya.

“Apa yang kau maksud dengan ‘tahan yang dijanjikan’?” tanyaku padanya, memcoba memastikan aku tidak terlihat bodoh.

“hahahahahaa…, kau membuatku geli. Bagaimana kau tidak bias tahu itu? Kau penduduk asli Palestina kan?” dia menertawaiku seolah-olah ini semua memang lucu.

“Aku benar-benar tidak tahu!!” aku merasa nada bicaraku meninggi, atau bias dikatakan menutupi wajahku yang terlihat sangat bodoh.

“Kau benar-benar tak tahu dan ingin tahu?” jawabnya sambil menatap mataku lekat-lekat.

“Ya…, dank au tahu menatap seorang wanita yang bukan muhrim seperti itu tidaklah sopan!!!” jawabku sambil berdiri kembali.

“Upss, sorry. Baiklah akan kuceritakan.” Ujarnya dan terduduk diatas pasir. Suasana hening sejenak, Traver tak juga membuka mulutnya, ia malah tersenyum yang menunjukkan lesung pipit di pipinya. Ia melihat kearahku yang mulai kesal.

“Baiklah…., ‘Zionisme’ berasal dari kata Ibrani “zion” yang artinya karang. Maksudnya merujuk kepada batu bangunan Haykal Sulaiman yang didirikan di atas sebuah bukit karang bernama ‘Zion’, terletak di sebelah barat-daya Al-Quds atau Jerusalem. Bukit Zion ini menempati kedudukan penting dalam agama Yahudi, karena menurut Taurat, “Al-Masih yang dijanjikan akan menuntun kaum Yahudi memasuki ‘Tanah yang Dijanjikan’. Dan Al-Masih akan memerintah dari atas puncak bukit Zion”. Zion dikemudian hari diidentikkan dengan kota suci Jerusalem itu sendiri. Jelas??” Ia menjelaskan panjang lebar, hebat ia berwawasan luas.

            Traver begitu haval dengan nama-nama daeerah di Gaza, ia fasih berbahasa kami, ia tahu seluk beluk tentang kami, bahkan ia lebih banyak tahu tentang zionis, seperti ia begitu mengenal bahkan akrab dengan ideology orang Yahudi itu. Padahal ia adalah orang barat, Amerika. Sedikit tidak aneh karena di Amerika banyak sekali orang Yahudi.

“Lalu.., bagaimana bisa kau begitu fasih menggunakan bahasa kami? ” tanyaku lagi.

“karena aku pintar!!” jawabnya singkat sambil berdiri dan pergi.



***

            Kini aku telah berada di Libanon, aku memanfaatkan masa-masa gencatan senjata untuk cepat-cepat keluar dari tanah kelahiranku, meskipun itu berat. Aku membawa Zara bersamaku, ia adalah anak yatim piatu, di pengungsian ia begitu dekat denganku dan aku menganggapnya adikku sendiri.

            Traver, ternyata ia adalah mantan zionis yang menjadi buronan para zionis. Traver tertangkap ketika ia sedang berada di Jerussalem, saat itu ia telah menjadi mualaf, dan dibunuh di tempat. Raver yang malang, semoga Allah melindungimu. Amin.

            Sang Zionis masih sangat geram, bahkan sangat geram. Ada sesuatu yang Traver ambil dari mereka (Zionis) yang telah Traver berikan kepada Hamas. Apapun hal itu, semoga akan membawakemenangan bagi kami. Dan satu hal lagi, Traver telah mengubah namanya menjadi Ahmad Ali Yusuf, nama yang indah seperi orangnya.

            Ada hal yang tidak bisa ku lupakan dari Traver, ia pernah bercerita padaku disaat aku benar-benar sedih dan putus asa, ia tulis dalam sebuah surat  yang ia tulis untukku. Kau benar Ahmad Ali Yusuf, engkau benar. Semoga Allah mempertemukan kita dalam keadaan bahagia. Amiin



.
Untuk Aisyah,
Di tanah penuh berkah.

Assalamu’laikum ukhti..
        Mungin saat kau membaca surat ini, entah aku telah berada dimana. Namun kesedihan dan keputus asaanmu selalu mengiang-ngiang di kepalaku. Kau pernah berkata, hidup ini tidak adil, kau tidak pernah merasakan kebahagiaan, kebebasan, seperti warga dunia yang lain yang hidup normal. Ingatlah ceritaku ini Ukhti!
        Aku tinggal dan besar di Amerika, tanah yang orang-orang sebut sebagai surge dunia. Ya.., memang disna adalah surge dunia, tidak adak aturan-aturan yang mengikat dan hak asasi manusia sangat di junjung tinggi. Disana bebas.., benar-benar bebas.., disanalah surge, dimana tak ada batasan untuk berpakaian, laki-laki an perempuan tidak ada batasan. Nikmatkan Aisyah? Tapi kau tahu…, itulah racun dunia yang akan membawaku pada api neraka yang menyala. Jadi kesimpulannya, Ukhi. Nikmat yang sangat nikmat adalah nikmat iman islam yang sekarang kau rasakan di tanah yang penuh akan sejarah tentang nabi-nabi Allah.
        Aisyah…, semoga kau mengerti semua ini. Semoga Allah selalu melindungi kita semua, Amin. Aku berharap kita bias bertemu lagi di surge, kelak. Wassalam.

Yang menyayangmu…,
Ahmad Ali Yusuf (Benzamin Traver)