keep your dream, hold it tight

terjatuh itu wajar, namun jangan terlalu lama tersungkur. berjalanlah walau harus tertatih :)

Jumat, 26 Agustus 2011

My Lovely Neighbor ™


              
                                                                                                                       
            Orang bilang hidup gadis itu amat membosankan, dari mulai kesehariannya di rumah sampai di sekolah.  Gadis manis berkulit putih dan berambut ikal itu bernama Jessica Sam yang hidup dalam sebuah keluarga yang harmonis dan sebagai anak tunggal dalam keluarganya, semua terasa seperti sempurna, tapi sayangnya ia tinggal di rumah yang jauh dari keramaian orang-orang, jelas saja karena ia tak punya tetangga.  Setiap harinya hanya kendaraan saja yang berlalu lalang di depan rumah.  Kadang juga banyak orang yang bekumpul di pinggir rumah, itu terjadi jika ada kecelakaan lalu lintas saja.
            Ayah dan bundanya sangat menyayangi dirinya, mungkin karena Jessi anak tunggal.  Tapi Jessi berpikir semua sudah tak sewajarnya lagi, ayolah umurku gadis itu sudah 16 tahun, Jessi menggap dirinya bukan lagi gadis kecil yang yang mengunyah permen karet hingga tertelan.  Mereka membatasi dengan siapa Jessi bermain, menjadwal semua kegiatannya, hingga melarang Jessi untuk pacaran.  Teman-temannya mengerti, andai mereka menjadi seorang Jessica.
            Hari ini ayah dan bunda berencana pergi ke suatu tempat, entah pergi kemana.
“Jessi, ayo cepat sedikit !”  Ayah sudah memanggilnya.
“Iya, yah.”  Sahut Jessi.
Jessi menghampiri ayah dan bundanya yang sudah stand by di dalam mobil, dan Jessi duduk di belakang mereka.  Ia hanya menghindar dari mereka agar tak banyak membicarakan hal-hal yang tak penting tentangnya, seperti menceritakan masa kecilnya dulu, Jessi merasa bosan mendengar cerita itu berulang-ulang. 
“Jessi……..”  Belum sempat bunda selesai bicara.
“Jangan suruh aku nyanyi naik-naik ke puncak gunung!”  Sudah tertebak apa yang akan dikatan bunda.
“Lho….memangnya kenapa? Waktu dulu kamu sering sekali menyanyikannya di mobil.”  Ayah mengulang kembali masa kecil Jessi.
“Ayah, itu kan dulu. Sekarang udah beda donk.”
“Lho apa bedanya? Dulu sama sekarang sama saja, kamu tetap anak ayah dan bunda.”  Bunda selalu bersekongkol dengan ayah.
“Apa kalian lupa? aku ini 16 tahun.  Aku sudah remaja, aku bukan gadis kecil kalian lagi.”  Jessi kesal bila harus selalu mengingatkan mereka.
“Ayah juga mengerti kok, Jessi.”
“Benarkah ? Lantas?”  Jessi sempat merasa lega akhirnya ayah mengerti.
“Lantas, ayah akan semakin menjaga mu.  Agar kamu tidak salah pergaulan.”
“Sungguh bukan itu jawaban yang ingin ku dengar.”  Itu menjadi obrolan yang terakhir.  Sepanjang jalan Jessi hanya diam dan  telinganya ditutup dengan headset, ia hanya mendengarkan lagu di iPodnya yang bisa membuatnya lebih tenang, hingga ia mulai ketiduran.  Memang hanya iPod itu yang selalu menenagkannya.
“Jessi, bangun !!!”  Seperti suara bunda yang terdengar.
“Jessi, ayo bangun sayang.”  Suara halus ayah terdengar lebih merdu lagi, mebuatnya terbangun.
“Iya, kita dimana?”  Perlahan Jessi mulai membuka mata, seperti istana di depan mata.
“Rumah siapa ini, yah?”  Sambil brjalan Jessi menghampiri ayah dan bunda yang berdiri di depan rumah yang asing.
“Ini rumah kita, kamu suka ?”  Seperti harta karun yang baru di berikan ayah pada Jessi.
“Benarkah, yah? Lalu kapan kita pindah ke Istana ini ? Bagaimana nasib rumah kita ?”
“Tentu saja, besok pun kita bisa pindah kalau kamu mau.  Rumah kita ayah jual, karena ada yang menawar mahal.  Rumah kita cukup strategis untuk dijadikan proyek seseorang.”
“Akhirnya mimpi jadi kenyataan, aku tak harus menunggu sampai tua untuk pindah dari rumah. Melihat rumah yang baru saja ayah beli ini, rasanya memang seperti istana bagi ku.  Ukuranya tak terlalu sempit dan tak terlalu luas, cat temboknya berwarna cream, tiangnya berwarna putih, bertingkat, tapi dalam tingakatan itu sepertinya Cuma ada satu kamar saja.  Yang membuat ku semakin terpesona adalah halaman depan yang ditumbuhi rumput hias, bunga-bunga dan tanaman hias lainnya.  Dan aku semakin jatuh cinta dengan rumah itu saat ku lihat di pinggir rumah masih berjejer rumah yang lain, itu berarti sekarang aku punya tetangga.”  Dalam hati Jessi merasa kegirangan.
Setelah melihat-lihat keadaan rumah itu, mereka pun pulang ke rumah yang mesti secepatnya ditinggalkan.
“Bun, kalau aku pindah ke rumah itu, terus aku makin jauh donk  berangkat sekolahnya ?”  Hal yang Jessi harus tanyakan sebelum waktu tidurnya terpotong karena jarak sekolah.
“Di daerah rumah itu ada sekolah juga kok, dan kebetulan ayah kenal dengan kepala sekolahnya.”  Sahut bunda.
“Ayah juga sudah atur sebelumnya dengan kepala sekolah.”  Semua seperti sudah dipersiapkan matang-matang sebelumnya.
            Saking senangnya, berbeda saat berangkat tadi, kini Jessi hanya tersenyum dan tak banyak bicara.  Ia merasa begitu bersyukur atas hari ini.  Sesampainya di rumah, karena tak sabar ingin hari esok segera datang, ia pun membereskan semua barang-barang yang ada di kamarnya untuk simpan di kamarnya yang baru.  Sementara itu, ayah dan bunda ikut sibuk membereskan barang-barang di rumah.  Hingga larut malam, semua persiapan akhirnya selesai.
“Jessi, ayo tidur, jangan sampai kamu besok telat.”  Bunda selalu mengecek  ke kamar.
“Itu gak bakalan terjadi, aku ak mau kalau sampai telat pindah, semenit pun aku gak mau.”
Akhirnya ibu pergi meninggalkan kamar ku setelah memastikan aku tak akan bangun telat.  Tapi sebelum aku tidur, aku ingat teman-teman ku, aku sms mereka semua, ku ucapkan kata pamit.  Untuk Eren, Metty, Sandra, dan Keysha sahabat ku, kita pasti akan merindukan masa-masa saat kita bersama.”  Mereka semua membalas sms ku dengan sangat berat ku rasa.  Stelah selesai smsan, akhirnya rasa ngantuk mulai mengunci mata ku.
Sepertinya, hal yang terberat bagi Jessi adalah ia harus meninggalkan teman-temannya.
Keesokan harinya, mata hari belum sepenuhnya muncul, tapi Jessi sudah terbangun.  Ia beranjak dari tempat tidur dan membangunkan ayah dan bunda.
“Kamu kok udah bangun, Jess?”  Ayah terheran karena Jessi bangun tak seperti biasanya.
“Cepetan bangun, yah! Entar rumah kita keburu ditemapatin orang.”
“Ngaco kamu, mana ada rumah udah dibeli diambil orang, enak aja.”
“Ya, makanya cepetan bangun!”
“Hari ini kamu lebih cerewet dari bunda, ya.”  Ejek bunda.
Semuanya mulai beranjak dari tempat tidur, setelah ku tarik-tarik.  Semua bergegas.  Selesai mandi, kemudian kita sarapan.  Semua barang sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil.  Ayah langsung tancap gas, dan menuju ke rumah idaman ku.
“Yah, apa tetangga kita pada baik gak yah ?”  Tanya ku mulai ngawur.
“Tentu saja.”  Jawab ayah singakat karena sedang mengemudi.
“Kalau kamu baik, sopan, dan juga ramah.  Pasti semua tetangga kita akan bersikap seperti itu juga sama kita.”  Bunda menambahkan.
“Oh……..”  Aku mulai sedikit memahami tentang tetangga, semoga aku dapat tetangga yang baik.
“Sebentar lagi nyampe.”  Seru ayah membuat ku semakin berseri-seri.
“Asik…..asik….rumah baru.”  Tak terasa ternyata rumah yang ku anggap seperti isatana sudah ada di hadapan ku.
“Ayo turun ! Ayah masukin mobilnya dulu ke garasi.”
Bunda mulai membuka pintu dengan kunci yang digenggamna sedari tadi.  Saat pintu terbuka, aku lah yang pertama masuk ke rumah.  Satu persatu barang-barang yang sudah kita bawa di atur lagi letaknya, hingga tersusun rapih.
“Jessi, kamar kamu ada dia atas, jadi kamu beres-beres saja di kamar kamu, kau bisa sendirikan ?”  Kata bunda sambil menghawatirkan ku.
“Tentu saja aku bisa.  Biar ku atur saja sendiri, tenang saja bun.”
Aku berjalan ke atas dan menghampiri pintu kamar ku, ku buka dan ku lihat kamarnya masih polos dan rapi sekali.  Hanya ada tempat tidur, meja belajar, lemari baju, ada kamar mandi pula di dalamnya, dan yang mengejutkan ada jendela yang kebetulan berhadapn dengan jendela kamar tetangga ku.  Semoga itu bukan kamar sepasang pengantin. Satu-persatu mulai ku tata rapih barang-barang ku.
“Jessi, udah selesai belum beres-bersnya?”  Suara ayah memanggil ku dari bawah.
“Udah ayah,udah.”  Sahut ku.
“Kalau udah, cepet mandi, ganti baju, terus makan ya, nak!”
“Iya, ayah ku.”
Aku turuti apa kata ayah, seltelah selesai mandi dan ganti baju, aku langsung turun dan menuju ke ruang makan.
“Ayo, makan dulu, bunda baru selesai masak, masih anget lho.”  Bunda menggoda selera makan ku.
“Ok…ok…ok…eh, ayah kemana bu?”  Aku baru sadar ayah tak ada.
“Ayah pergi mengurus surat-surat rumah.”  Jelas bunda.
Aku tak bertanya lagi, karena masakan bunda mulai ku lahap.
“Selesai makan, kamu kasihin kue ini ke tetangga kita, ya.”  Perintah bunda.
“Tetangga kita yang sebelah mana bun, kan banyak?”  Tanya ku sambil kebingungan.
“Yang dipinggir kanan rumah kita.”  Pasti yang bunda maksud adalah rumah yang jendela kamarnya bersebelahan dengan jendela kamarku.
“Ok….ok…..ok.”
Tak lama kemudian aku selesai makan, dan aku pun harus memberikan kue seperti apa yang sudah dikatakan bunda.
Aku berjalan ke luar, dengan jarak 6 langkah, aku sampai di rumah yang dimaksudka ibu.
“Permisi.”  Sambil mengetuk pintu.
“Iya sebentar.”  Suara seorang laki-laki menyahut dan membukakan pintu,
“In…………….”  Belum selesai aku bicara, laki-laki itu malah berteriak.
“Mah…….ada yang jualan kue ni.”  Iya kembali masuk ke rumah, dan meninggalkan ku berdiri di depan pintu.
“Eh……tetangga baru ya? Maf belum sepet ke rumah ya.”  Sapa seoarang ibu, yang di panggil mama oleh lelaki tadi.
“Iya, gak apa-apa kok tante, ini ada sedikit kue dari bunda.”
“Aduh pake repot-repot segala, ayo masuk dulu yu….! Tante juga ada sesuatu buat bunda kamu, ayo duduk dulu!”  Ajak wanita itu.
“Baik, tante.”  Aku mengiyakan permintaannya, sementara aku duduk iya meniggalkan aku ke dapur.  Tiba-tiba seorng laki-laki lewat dan naik ke ruangan yang di atas, aku sempat tersenyum, tapi tak ditanggapinya.  Tak lama kemudian tante datang menghampiri ku sambil membawa toples yang ku bawa sudah terisi lagi kue yang berbeda.
“Ini, kue nya pasti gak seenak buatan bunda kamu.”
“Ah….enggak kok tante, punya tante pasti jauh lebh enak.”
“Oh….iya, ngomong-ngomong nama kamu siapa?”
“Nama aku Sam Jessica, panggil saja aku Jessi tante.”
“Bagus sekali namanya, nama tante Mona, panggil tante Mona aja ya.”
Tiba-tiba suara rebut-ribut terdengar dari tangga.  Dua orang laki-laki rupanya sedang menguping.
“Itu anak-anak tante, ayo Kevin, Vino, sini!”  Perintah tante dengan nada yang sedikit kesal.
“Iya, mah.”  Mereka menuruti apa kata mamanya.
“Jessi.”  Aku mengulurkan tangan untuk berjabatan.
“Kevin.” Laki-laki bertubuh tinggi, kulitnya putih, stylenya cool, umrnya sekitar 19 tahunan.
“Alvin.” Laki-laki ini tubuhnyasedilit lebih tinggi dari ku, mirip seperti Kevin, tapi wajahnya sedikit lebih manis.
“Kevin ini kakanya Vino.”  Ujar mama mereka.
Tiba-tiba hp ku berbunyi, dan ternyata bunda yang menelpon ku, segera aku angkat.
“Iya, hallo bunda, aku masih di rumah tante Mona. Iya aku pulang, bun.”  Bunda mulai cemas.
“Ada apa Jess ?”  Telepon tadi sepertinya membuat tante Mona ikut cemas.
“Enggak kok tante.  Tante, aku pamit dulu ya.”  Terlalu lama di rumah orang memang tidak enak juga.
“Oh, iya.  Makasih ya kuenya, salam buat bunda ya.”
“Iya, tante.  Mari tante, Kevin, Alvin, aku pamit ya.”
“Sering-sering main kesini ya!”
“Iya, tante.”   Jessi segera pulang ke rumah, sebelum bunda semakin cemas.

Dampak kebebasan Pers


Pendahuluan

Daftar Isi
Pendahuluan ……………………………………………………………………………………………………... i
            Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………. i
            Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………..ii
Pembahasan ……………………………………………………………………………………………………… 1
            Kebebasan Pers Indonesia ……………………………………………………………………… 1
            Belenggu Kerahasiaan ……………………………………………………………………………. 4
                     Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media …………………………………………………………..  6
Penutup ………………………………………………………………………………………………………………………… ...  7
                     Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………... 7
                     Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………………. 8













i

Kata Pengantar
            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunianyalah, kami dapat merampungkan tugas Makalah Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia ini tepat pada waktunya.
            Dalam menyusun makalah ini, penulis mendapatkan banyak pelajaran yang bermanfaat dalam kebebasan pers di Negara kita ini, semoga makalah ini dapat juga bermanfaat bagi rekan-rekan yang lain.
Mohon maaf bila ada kesalahan yang ada dalam makalah ini, kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami, para pembaca dan seluruh siswa SMA Negeri 2 khususnya.




Purwakarta, 03 Agustus 2011


                                                                                        
                                                                                                  Penulis          

ii

Pembahasan
Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia
A.    Kebebasan Pers Indonesia

Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat,baik secara tulisan maupun lisan melalui media pers seperti harian, majalah dan bulletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat bukan untuk merusaknya. Selanjutnya komisi kemerdekaan persmenggariskan lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat modern terhadap pers yangmerupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers yaitu :
1.      Pers  dituntut  untuk  menyajikan  laporan  tentang  kejadian  sehari-hari secara jujur, mendalam dan cerdas.
2.      Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yangberarti pers diminta untuk menjadi wadah dikalangan masyarakat.
3.      Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative dari kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4.      Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat.
5.      Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari, ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.Adapun landasan hukum kebebasan pers di Indonesia termaksud dalam :
ü  Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikanpendapat dimuka umum.


1
ü    Undang-undang No. 40 Tahun 1998 tentang pers.
ü    Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Setelah rezim Orde Baru 1998 jatuh, kehidupan pers di Indonesia memasuki era kebebasan yang nyaris tanpa restriksi (pembatasan). Bila di era Orba terjadi banyak restriksi, di era reformasi ini pers menjadi bebas tanpa lagi ada batasan-batasan dari kebijakan pemerintah.

Konstelasi tersebut, tentu sangat dibutuhkan pers dan dalam upaya perwujudan masyarakat  demokratis  serta  perlindungan  HAM.  Bukankah  kebebasan  untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi (inti dari kebebasan pers) diakui dalam konstitusi kita (pasal 28 yunto pasal 28F UUD 45 amandemen keempat) serta pasal 19 Deklarasi  Universal  HAM. Karena  itu,  pers yang bebas sangat penting dan fundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa diakui, bahwa pers yang bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, sebagaimana yang dikatakan novelis Prancis,Albert Camus  yang  ada hanya  celaka.Kemudian, dimanakah keburukan pers bebas? Pers bebas menjadi buruk. Menurut Jacob Oetama, bila kebebasan pers yang dimiliki pengelola pers itu tidak disertai peningkatan  kemampuan  profesional, termasuk  di  dalamnya  professional  ethics (Jacob  Oetama,  2001).
            Apakah kemampuan profesional pengelola pers sekarang sudah meningkat? Persoalan tersebut mungkin bisa diperdebatkan. Namun, apakah etika profesional pengelola pers tersebut sudah meningkat? Rasanya, pertanyaan itu mudah dijawab, yakni secara umum malah merosot. Kalangan tokoh pers sendiri mengakui hal tersebut. Lukas Luwarso, mantan Direktur Eksekutif Dewan Pers menjelaskan, bahwa kebebasan pers yang sangat longgar saat ini tidak hanya menumbuhkan ratusan penerbit  baru. Akan  tetapi,  juga menimbulkan  kebebasan  pers  yang  anarkis. Kebebasan  pers  telah  menghadirkan  secara

2
telanjang  segala  keruwetan  dan kekacauan. Publik bisa menjadi leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah figur publik. Serta, hampir tidak ada lagi rahasia atau privasi. Tabloid-tabloid yang sangat sarat berita dan foto pornografi sangat marak. Judul-judulnya pun sensasional, menakutkan dan bahkan menggemparkan (scare headline).
           
            Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara formal hanya bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan penegakkan etika profesi oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga kehormatan profesinya. Guna memaksa, cara kedua ini mungkin lemah dan kekuatannya hanya merupakan moral  prefosi. Sejarah membuktikan, mengharapkan  Dewan  Pers  berdaya menegakkan etika profesi wartawan adalah sesuatu yang otopis. Sedangkan cara pertama, penegakkan hukum di pengadilan itu lebih efektif karena bersifat memaks dan ada institusi negara untuk memaksakannya. Dalam konteks tersebut, tindakan polisi sebagai ujung tombak sistem peradilan pidana menjadi tumpuan. Kalau polisi pasif saja dan menunggu laporan, apalagi kalau malah ikut menikmati, tentu pers porno akan kondusif berkembang. Selama penegak hukum  kita gampang  “dikompromi”, maka tidak terlalu salah pendapat yang mengatakan, polisi  kita sudah tak berdaya alias loyo didalam memberantas pornografi.
            Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebenarnya telah memberi landasan kuat bagi perwujudan kebebasan pers di Indonesia. Namun, dalam praktiknya hingga kini kebebasan pers belum berlangsung secara substansial. Kebebasan itu masih berhenti pada tataran artifisial, sehingga pers kurang berhasil memberikan kontribusi yang berarti bagi proses demokratisasi yang berlangsung di Indonesia. Mengapa ini bisa terjadi? Ada berbagai jawaban di sini. Penghargaan insan pers terhadap profesinya masih rendah, sehingga sering terjadi pelanggaran etika dan profesionalisme jurnalistik yang justru kontra produktif bagi esensi

3
kebebasan pers. Maraknya aksi-aksi massa terhadap kantor penerbitan pers, di sisi lain menunjukkan rendahnya apresiasi masyarakat terhadap kebebasan pers juga menimbulkan kerumitan tersendiri.
Namun, ada masalah yang lebih serius dalam hal ini, yang sering luput dari perhatian kita. UU Pers bukan satu-satunya produk hukum yang menentukan hitam-putihnya kehidupan pers pasca- Orde Baru. Reformasi yang telah berlangsung sekian lama ternyata belum menyentuh sejumlah produk hukum yang menghambat kinerja pers dalam mengungkapkan kebenaran. Pers notabene tak berhasil mengungkapkan kasus KKN dan pelanggaran HAM Orde Baru karena terbentur produk-produk hukum yang mengatur klasifikasi rahasia atas informasi yang dikelola lembaga pemerintah.
Belenggu kerahasiaan
Dalam KUHP misalnya, setidaknya ada 20 pasal yang mengatur ketentuan hukum tentang rahasia jabatan, rahasia pertahanan negara, rahasia dagang, dan sebagainya. Ketentuan serupa juga diatur dalam UU Perbankan, UU tentang Rahasia Dagang, UU Kearsipan, dan UU Peradilan Umum. Dalam undang-undang ini, secara general dan elastis diatur informasi-informasi yang dianggap rahasia dan dilarang disebar luaskan, termasuk hukuman-hukuman yang berat bagi pelanggarnya.
            Pada titik inilah UU Pers kehilangan efektivitasnya dalam melindungi kinerja jurnalis. Para pejabat publik yang terlibat KKN atau pelanggaran HAM, sengaja atau tidak telah menggunakan sejumlah undang-undang itu sebagai tameng untuk melindungi diri dari jerat hukum dan investigasi pers. Akibatnya, UU Pers menjadi tidak efektif untuk memaksa pejabat atau lembaga publik memberi informasi berkait kasus tertentu. Sebagai contoh, UU Pers tidak dapat memaksa KPU memberikan data kekayaan anggota DPR sebelum mereka menjabat. UU

4
Pers juga tidak cukup kuat memaksa pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Buloggate II untuk memberikan informasi yang dibutuhkan guna mengungkap kebenaran kasus ini.
            UU yang mengatur kerahasiaan informasi itu bahkan amat berpotensi untuk menyeret jurnalis masuk bui. Sebab, penguasalah yang akhirnya memegang monopoli definisi rahasia negara, rahasia militer, rahasia jabatan, dan semacamnya. Monopoli yang dimungkinkan karena klausul-klausul tentang kerahasiaan informasi adalah pasal karet yang dapat diinterpretasikan sesuai kepentingan penguasa.











5

B.    Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media
Media massa dalam penyampaian beritanya untuk kehidupan masyarakat memiliki manfaat  yang  cukup  besar.  Mereka  menggunakan  alat  atau  media  seperti koran, radio, televisi, seni pertunjukan dan lain sebagainya. Peralatan tersebut dapat digunakan  untuk  menyampaikan pesan, namun jika fungsi penyampaian informasi/berita disalah gunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut antara lain: Fungsi media massa sebagai alat pendidikan masyarakat tidak lagi menjadi cara yang kuat, penayangan adegan yang tidak layak dimedia-media elektronik begitulah wajah kebebasan pers Indonesia saat  ini. Disatu  sisi  menanamkan  tanggung  jawab sosial, namun disisi lain keberadaanya dikhawatirkan menghancurkan moral bangsa ini. Inilah efeknya pers yang dihasilkan wajah pers Indonesia dengan karakter yang beragam seperti sekarang. Kehadiran media massa senantiasa menghadirkan kontrakdiksi. Di satu sisi menyediakan hal-hal positif seperti hiburan, informasi, pengetahuan dan IPTEK untuk memperluas  wawasan. Dengan kata lain media massa  baik  elektronik  dan  non elektronik bisa memberikan informasi yang sehat dan mencerdaskan khalayak serta melakukan kontrol kritik yang konsturuktif. Adanya sifat kontradiksi dari media massa misalnya pada suatu sisi berita-berita yang di tulis merupakan informasi yang aktual dan sangat di perlukan biasanya di baca berulang-ulang dan di jadikan sunber tulisan. Namun pada sisi lain pemberitaannya sering menimbulkan keresahan dan berbau provokasi.
Dampak penyalah gunaan kebebasan media massa sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, karena media massa cetak maupun elektronik senantiasa hadir dihadapan kita, dan senantisa di nantikan kehadirannya oleh pembaca dan pemirsa. Banyak perilaku yang ditampilkan kepada kita cenderung merupakan hasil peniruan dari media massa baik prilaku positif maupun negatif.

6

Penutup
KESIMPULAN
Kebebasan pers itu memang penting untuk transparansi dan jadi jembatan untuk rakyat dan negara. Rakyat bisa mengontrol pemimpinnya dan mengevaluasi kebijakan-kebijakannya, agar tidak seperti zaman orde baru dimana rakyat tidak tahu menahu apa yang ada di pemerintahan.
            Namun, pers yang terlalu bebas itu cenderung terjebak dalam jurnalisme kuning, yang lebih mengedepankan bisnis. Sehingga berita yang diangkat memberi hal yang negatif, akan menjadi buruk jika masyarakat menerimanya tanpa disaring terlebih dahulu.