keep your dream, hold it tight

terjatuh itu wajar, namun jangan terlalu lama tersungkur. berjalanlah walau harus tertatih :)

Selasa, 10 Juli 2012

Ceritaku: Dinasti atau Demokrasi?

Ceritaku: Dinasti atau Demokrasi?

Dinasti atau Demokrasi?

Dinasti dan Demokrasi, dua kata yang sama tak lepas dari pemerintah, perintah dan orang yang diperintah. Dinasti berlaku pada masa lalu, dan dipakai dewasa ini di beberapa Negara di dunia. Sebenarnya apa yang akan saya bahas dalam artikel ini? Karena sekarang sedang marak dengan pilkada, dan bahkan sebentar lagi akan memasuki pemilu pemilihan presiden, maka artikel ini saya tulis untuk memperhatikan pengalihan kekuasaan menurut Dinasti dan Demokrasi. Kampanye, spanduk, baliho, visi, misi, janji manis, suap menyuap, hal itu mewarnai acara agung : PEMILU. Inilah budaya demokrasi, dimana pemimpin dipilih langsung oleh rakyatnya. Demokrasi, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Masalahnya adalah, apakah rakyat memang mengenal siapa calon pemimpin yang mereka pilih? Sungguh disayangkan, 90% warga Indonesia tak peduli akan politik dan hukum. Bahkan, sebagian mereka berkata “ untuk apa memilih mereka (pemimpin)? Apa kami akan diberikan nasi saat lapar, jika kami memilih mereka?” ya.., itulah pemikiran mereka yang akhirnya golput. Kebanyakian dari mereka tak mengerti betapa berpengaruhnya pilihan mereka. Sebenarnya, para pemimpin itu tak akan datang dan menberikan nasi saat kau menjerit kelaparan, mereka tak akan menaiki helicopter dan membuat hujan uang, namun, mereka bisa membantu rakyat dengan kebijakan yang mereka ambil, kebijakan yang benar-benar bijak. Kembali ke permasalahan awal. Di era demokrasi, pada masa kampanye begitu banyak uang yang para kandidat buang hanya untuk membuat iklan, baliho, pawai dan hal-hal yang bisa membuat mereka terlihat di sepanjang jalan kota, dan terlihat eksis di masyarakat. Hampir semua kandidat pasti mempunyai visi memberantas kemiskinan. Jika kita pikirkan lagi, hal ini lucu begitu memalukan mendengar omong besar mereka. Seperti menyaksikan seorang pengangguran yang sedang meminta pekerjaan dari rakyat. Bohong jika mereka melakukan ini untuk Negara dan atas nama rakyat, karena sebagai manusia mereka memerlukan matetri untuk bertahan hidup, dan posisi di pemerintahan adalah posisi yang sangat menjajikan. Jika kita fikirkan lagi, bukankah ajang kampanye adalah ajang penghamburan uang? Jika memang bapak/ibu yang menjadi kandidat murni ingin memajukan bangsanya di bawah naungannya, mengapa ia begitu ambisius, membuat baliho dimana2, memasang iklan di TV, untuk apa sebenarnya itu? Untuk rakyat? Jika memang begitu, mengapa mereka tidak memberikan uang itu untuk makan rakyat jelata? Sungguh disayangkan, ini sangat memalukan. Hal yang mengecewakan, hal yang berulang kali terjadi : diangkat, dipilih, menjabat, dan berakhir buruk di mata rakyat. Pemilu memang bagus, semua orang bisa berkesempatan untuk menjadi pemimpin, dan takyat yang memilih, namun kembali lagi, apakah rakyat Indonesia mengenal mereka dan apa mereka juga mengenal rakyat Indonesia? Dewasa ini, pemilu hanya sebuah acara formalitas, karena sebenarnya rakyat sudah tidak peduli dengan politik yang abu, siapa pemimpin selanjutnya, mereka tak perduli, toh harga sembako tak pernah menjadi murah, toh biaya pendidikan tetap mahal, toh pekerjaan tetap sulit dicari. Toh korupsi tumbuh subur. Demokrasi apa ini? Semua ada di tangan rakyat? BOHONG, semuanya ada di bawah kendali si kuat, yang pasti bukan rakyat. Dinasti, di era dinasti pemeritah diberikan secara turun temurun. Tak ada kampanye tentunya, yang meghamburkan uang. Namjun, disini rakyat tak muingkin berksempatan untuk menjadi pemimpin. Kalau kita telaah, semuanya sama saja, baik dinasti maupun demokrasi. Di pilih rakyat atau tidak dengan cara dipilih oleh rakyat semuanya sama saja. Rakyat jelata tetap rakyat jelata titik. Jadi, apakah sebuah system yang masih dipersalahkan?